KONDISI kekayaan laut di Indonesia masih sangat besar, karena selama ini hanya sumber daya darat “semata” yang lebih dominan digarap oleh masyarakat. Seiring dengan kondisi kian “menipisnya” kekayaan di darat, masyarakat Indonesia sudah semestinya melirik kegiatan pengeksplorasian sumber daya laut.
WJS. Poerwadarminta, mengartikan eksplorasi sebagai: penyelidikan; penjajagan; penjelajahan bagian-bagian dunia (benua, negara, wilayah) dengan tujuan memperoleh pengetahuan lebih banyak tentang keadaan atau sumber-sumber yang terdapat itu (baca: di dalam wilayah kelautan).
Dari sini, bila kita kaitkan dengan situasi sosial masyarakat Indonesia yang terpuruk saat ini, maka setidaknya ada dua alasan yang mendasari mengapa kita harus melakukan eksplorasi kelautan. Pertama, segi aqidah. Yakni melalui kegiatan kelautan ini, kita dapat memetik hikmah berupa bukti nyata kebesaran dan kekuasaan Allah atas segala kehidupan di alam ini, agar kita selalu bersyukur. Hal ini dapat kita rasakan saat kita berada di tengah-tengah samudra/laut yang luas itu.
Dalam Al-Qur’an Allah berfirman: “Allah yang menjadikan lautan untuk kamu, guna melayarkan kapal di atasnya dengan perintah-Nya, dan supaya kamu dapat mencari karunia-Nya dan mudah-mudahan kamu pandai berterima kasih.” (QS. Al-Jatsiyah: 12).
Kedua, segi ekonomi. Melalui kegiatan eksplorasi kelautan, kita dapat menggarap dan menggali berbagai sumber daya yang dapat dinikmati oleh mereka yang mampu memanfaatkannya secara baik dan bijaksana. Untuk itu kita mendapat tuntutan agar menjadi umat yang pandai untuk selalu bereksplorasi terhadap seisi alam yang telah diberikan-Nya.
Dalam hal ini, kita telah diingatkan Allah dalam Q.S An-Nahl: 14, yaitu: “Dan Dialah (Allah) yang melapangkan lautan, agar kamu dapat memakan dari padanya daging yang lembut dan kamu dapat mengeluarkan dari padanya perhiasan yang bisa kamu pakai. Engkau lihat kapal-kapal berjalan padanya supaya kamu dapat mencari karunia-Nya dan supaya kamu berterima kasih.”
***
Bangsa Indonesia yang sebagian besar penduduknya beragama Islam, seharusnya bangsa ini menjadi bangsa yang maju dalam bidang kebahrian. Pasalnya, jauh-jauh hari umat Islam telah diajarkan melalui tuntunan Al-Qur’an berkaitan dengan masalah kebaharian. Dalam Al-Qur’an, kalau kita teliti dan pelajari ternyata telah banyak berbicara masalah bahari. Terdapat kurang lebih 40 ayat Al-Qur’an yang menyinggung masalah kebaharian. Fakta ini menunjukkan porsi yang begitu besar dorongan Allah agar manusia mengambil manfaat yang besar, tentunya dalam konteks untuk memperkuat iman dan menggali sumber daya yang ada di dalamnya.
Dalam bukunya, Dr.H.Hamzah Ya’qub (1985), tersirat beberapa fungsi bahari ini. Pertama, sebagai kegiatan ekonomi (baca: QS. Al-Jatsiyah: 12 dan An-Nahl: 14) dan tempat berlayar yang memungkinkan manusia dapat mencapai suatu daerah dengan mudah dan juga mempercepat perjalanannya. Fakta di lapangan juga memperlihatkan ada banyak daerah yang susah dicapai dengan transportasi darat, tetapi justru dapat dengan mudah dijangkau melalui transportasi laut. Dalam Al-Qur’an Surat Yunus: 22, terungkap isyarat kemudahan transportasi laut ini. Yakni, “Dialah yang memudahkan kamu berjalan di darat dan di laut.”
Kedua, sebagai kegiatan perikanan. Sektor bahari selain sebagai lalu lintas pelayaran, juga mempunyai fungsi dan peranan yang utama dalam bidang perikanan. Allah telah mengisyaratkan dalam QS. Al-Maidah: 96 berkait dengan kekayaan ikan ini. “Dibolehkan kepadamu buruan lautan dan makanan lautan (ikan-ikan) sebagai kesenangan bagimu.”
Ketiga, pengolahan mutiara. Di dalam lautan juga dapat ditemukan barang-barang bernilai tinggi (sebagai perhiasan). “Dan dari laut Kami keluarkan perhiasan yang kamu pakai.”(QS. Al-Fathir: 12).
Keempat, sektor pertahanan negara. Dalam segi pertahanan dan keamanan negara, bidang bahari merupakan salah satu faktor dan unsur mutlak, disamping tentu adanya pertahanan darat dan udara. “Persiapkanlah untuk menghadapi mereka (musuh) apa-apa yang kamu sanggupi dari perbagai kekuatan.” (QS. Al-Anfal: 60).
Kelima, pusat produksi garam. Kita tahu zat garam merupakan salah satu kebutuhan pokok manusia. Berdasarkan hasil penelitian diketahui air laut yang asin itu mengandung 34,37 % zat garam. Dalam Al-Qur’an dinyatakan: “Dan Dialah (Allah) yang membatasi dua lautan. Ini tawar dan yang lain asin. Tuhan mengadakan antara keduanya dinding dan batas yang tertutup.” (QS. Al-Furqan: 53). Untuk itu sangat ironis kondisi bangsa Indonesia yang memiliki dua pertiga wilayahnya berupa lautan, tetapi nyatanya kita masih mengimpor garam dari negara lain?
Keenam, pusat studi dan penelitian (Research). Di antara banyaknya sumber daya laut dan problematikanya, sebagian rahasianya telah kita ketahui dan sebagian lainnya belum terungkap. Sehingga dalam pelataran pemikiran ini, kita dituntut untuk melakukan research kelautan. Hal ini diisyaratkan dalam QS. Ath-Thuur: 6, “Perhatikan lautan yang penuh gelombang.” Inilah tugas-tugas setiap anak bangsa untuk mengungkap kekayaan sumber daya laut melalui peningkatan IPTEK kelautan.
***
Berbicara masalah bahari di Indonesia, tidak akan terpisah dari kondisi perairan yang ada di negara-negara Asia Tenggara. Sebuah sumber menyebutkan bahwa kawasan perairan Asia Tenggara memiliki ekosistem terkaya di dunia. Menurut Pusat International untuk Manajemen Sumber Daya Kehidupan Air di Manila, Filipina, Asia Tenggara memiliki 30 persen terumbu karang dunia, 25 persen hutan bakau dunia dan memproduksi 10 persen ikan di dunia.
Dalam hal ini, Sarwono Kusumaatmadja, mengatakan Indonesia yang terletak di daerah ekutorial dengan luas lautan sekitar 5,8 juta km2, lebih besar dibanding dengan luas daratan seluas 1,9 juta km2 atau 75% dari seluruh wilayah Indonesia, memiliki ekosistem perairan tawar yang cukup luas terdiri dari 5,886 sungai, 186 danau dan waduk serta sekitar 33 juta hektar rawa.
Apabila sumber daya hayati itu, diartikan sebagai keanekaragaman kehidupan pada tingkat gen, spesies, ekosistem dan proses-proses eko biologis, maka Indonesia merupakan negara megabiodiversity terbesar kedua setelah Brazil. Sementara itu dalam hal keanekaragaman hayati laut, Indonesia merupakan negara megabiodiversity terbesar di dunia. Hal ini bisa dipahami, pasalnya negara Indonesia memiliki seluruh ekosistem bahari tropis yang terlengkap di dunia. Mulai dari hutan mengrove, padang lamun, rumput laut sampai terumbu karang.
Data lain mengungkapkan bahwa jumlah spesies hewan karang keras (batu) atau hard coral yang hidup di perairan laut Indonesia adalah sekitar 350 spesies. Sementara itu, karang lunak (soft coral) berjumlah 210 spesies, dan gorgonians sekitar 350 spesies. Sementara itu, kalangan ahli Belanda (Blecker; 1859) mengemukakan, jumlah spesies ikan laut di Indonesia lebih dari 2000 spesies atau 37 persen dari jumlah spesies ikan laut dunia.
***
Aktivitas eksplorasi laut ini, akan berdampak terhadap kehidupan manusia dan bangsa yang melakukan kegiatan tersebut. Yakni sebagai pilar keimanan seseorang. Efek positif yang paling mendasar ini, kalau dipahami benar-benar, maka ia akan merupakan sebuah “oase” yang di dalamnya akan membangkitkan semangat hidup bagi manusia. Melalui kegiatan eksplorasi kelautan ini, bagi seorang Muslim akan menjadi ajang dalam membangun pilar (tiang penguat) keimanannya terhadap Sang pencipta (Baca: QS. Asy-Syura: 32-34).
Dengan kuatnya iman seseorang, maka ia akan sangat berpengaruh terhadap kualitas kehidupan manusia. Menurut M. Ridwan IR Lubis (1985), ada tiga pengaruh iman dalam kehidupan manusia, yaitu: (1) Kekuatan berpikir (quwatul idraak), (2) Kekuatan fisik (quwatul jismi), dan (3) Kekuatan ruh (quwatur ruuh).
Sedangkan M. Yunan Nasution (1976), mengungkapkan pengaruh iman terhadap kehidupan manusia itu berupa: iman akan melenyapkan kepercayaan kepada kekuasaan benda, menanamkan semangat berani menghadapi maut, menanamkan self help dalam kehidupan, membentuk ketentraman jiwa, dan membentuk kehidupan yang baik.
Sudah seharusnya bangsa Indonesia yang berpenduduk mayoritas Islam ini, menjadi bangsa yang menonjol dalam industri maritim. Karena merekalah (Islam) yang paling banyak memperoleh sugesti kelautan dari ajaran-ajaran dalam Al-Qur’an. Sebaliknya para kaum bahariwan itu menjadi kuat imannya, karena merekalah yang sering menyaksikan kebesaran dan kekuasaan Allah di lautan. Dan seharusnya mereka tergolong makhluk yang paling pandai bersyukur. Waallahu A’lam bishshawab.***
Arda Dinata adalah pendiri Majelis Inspirasi Alquran dan Realitas Alam (MIQRA) Indonesia, http://www.miqra.blogspot.com.
WJS. Poerwadarminta, mengartikan eksplorasi sebagai: penyelidikan; penjajagan; penjelajahan bagian-bagian dunia (benua, negara, wilayah) dengan tujuan memperoleh pengetahuan lebih banyak tentang keadaan atau sumber-sumber yang terdapat itu (baca: di dalam wilayah kelautan).
Dari sini, bila kita kaitkan dengan situasi sosial masyarakat Indonesia yang terpuruk saat ini, maka setidaknya ada dua alasan yang mendasari mengapa kita harus melakukan eksplorasi kelautan. Pertama, segi aqidah. Yakni melalui kegiatan kelautan ini, kita dapat memetik hikmah berupa bukti nyata kebesaran dan kekuasaan Allah atas segala kehidupan di alam ini, agar kita selalu bersyukur. Hal ini dapat kita rasakan saat kita berada di tengah-tengah samudra/laut yang luas itu.
Dalam Al-Qur’an Allah berfirman: “Allah yang menjadikan lautan untuk kamu, guna melayarkan kapal di atasnya dengan perintah-Nya, dan supaya kamu dapat mencari karunia-Nya dan mudah-mudahan kamu pandai berterima kasih.” (QS. Al-Jatsiyah: 12).
Kedua, segi ekonomi. Melalui kegiatan eksplorasi kelautan, kita dapat menggarap dan menggali berbagai sumber daya yang dapat dinikmati oleh mereka yang mampu memanfaatkannya secara baik dan bijaksana. Untuk itu kita mendapat tuntutan agar menjadi umat yang pandai untuk selalu bereksplorasi terhadap seisi alam yang telah diberikan-Nya.
Dalam hal ini, kita telah diingatkan Allah dalam Q.S An-Nahl: 14, yaitu: “Dan Dialah (Allah) yang melapangkan lautan, agar kamu dapat memakan dari padanya daging yang lembut dan kamu dapat mengeluarkan dari padanya perhiasan yang bisa kamu pakai. Engkau lihat kapal-kapal berjalan padanya supaya kamu dapat mencari karunia-Nya dan supaya kamu berterima kasih.”
***
Bangsa Indonesia yang sebagian besar penduduknya beragama Islam, seharusnya bangsa ini menjadi bangsa yang maju dalam bidang kebahrian. Pasalnya, jauh-jauh hari umat Islam telah diajarkan melalui tuntunan Al-Qur’an berkaitan dengan masalah kebaharian. Dalam Al-Qur’an, kalau kita teliti dan pelajari ternyata telah banyak berbicara masalah bahari. Terdapat kurang lebih 40 ayat Al-Qur’an yang menyinggung masalah kebaharian. Fakta ini menunjukkan porsi yang begitu besar dorongan Allah agar manusia mengambil manfaat yang besar, tentunya dalam konteks untuk memperkuat iman dan menggali sumber daya yang ada di dalamnya.
Dalam bukunya, Dr.H.Hamzah Ya’qub (1985), tersirat beberapa fungsi bahari ini. Pertama, sebagai kegiatan ekonomi (baca: QS. Al-Jatsiyah: 12 dan An-Nahl: 14) dan tempat berlayar yang memungkinkan manusia dapat mencapai suatu daerah dengan mudah dan juga mempercepat perjalanannya. Fakta di lapangan juga memperlihatkan ada banyak daerah yang susah dicapai dengan transportasi darat, tetapi justru dapat dengan mudah dijangkau melalui transportasi laut. Dalam Al-Qur’an Surat Yunus: 22, terungkap isyarat kemudahan transportasi laut ini. Yakni, “Dialah yang memudahkan kamu berjalan di darat dan di laut.”
Kedua, sebagai kegiatan perikanan. Sektor bahari selain sebagai lalu lintas pelayaran, juga mempunyai fungsi dan peranan yang utama dalam bidang perikanan. Allah telah mengisyaratkan dalam QS. Al-Maidah: 96 berkait dengan kekayaan ikan ini. “Dibolehkan kepadamu buruan lautan dan makanan lautan (ikan-ikan) sebagai kesenangan bagimu.”
Ketiga, pengolahan mutiara. Di dalam lautan juga dapat ditemukan barang-barang bernilai tinggi (sebagai perhiasan). “Dan dari laut Kami keluarkan perhiasan yang kamu pakai.”(QS. Al-Fathir: 12).
Keempat, sektor pertahanan negara. Dalam segi pertahanan dan keamanan negara, bidang bahari merupakan salah satu faktor dan unsur mutlak, disamping tentu adanya pertahanan darat dan udara. “Persiapkanlah untuk menghadapi mereka (musuh) apa-apa yang kamu sanggupi dari perbagai kekuatan.” (QS. Al-Anfal: 60).
Kelima, pusat produksi garam. Kita tahu zat garam merupakan salah satu kebutuhan pokok manusia. Berdasarkan hasil penelitian diketahui air laut yang asin itu mengandung 34,37 % zat garam. Dalam Al-Qur’an dinyatakan: “Dan Dialah (Allah) yang membatasi dua lautan. Ini tawar dan yang lain asin. Tuhan mengadakan antara keduanya dinding dan batas yang tertutup.” (QS. Al-Furqan: 53). Untuk itu sangat ironis kondisi bangsa Indonesia yang memiliki dua pertiga wilayahnya berupa lautan, tetapi nyatanya kita masih mengimpor garam dari negara lain?
Keenam, pusat studi dan penelitian (Research). Di antara banyaknya sumber daya laut dan problematikanya, sebagian rahasianya telah kita ketahui dan sebagian lainnya belum terungkap. Sehingga dalam pelataran pemikiran ini, kita dituntut untuk melakukan research kelautan. Hal ini diisyaratkan dalam QS. Ath-Thuur: 6, “Perhatikan lautan yang penuh gelombang.” Inilah tugas-tugas setiap anak bangsa untuk mengungkap kekayaan sumber daya laut melalui peningkatan IPTEK kelautan.
***
Berbicara masalah bahari di Indonesia, tidak akan terpisah dari kondisi perairan yang ada di negara-negara Asia Tenggara. Sebuah sumber menyebutkan bahwa kawasan perairan Asia Tenggara memiliki ekosistem terkaya di dunia. Menurut Pusat International untuk Manajemen Sumber Daya Kehidupan Air di Manila, Filipina, Asia Tenggara memiliki 30 persen terumbu karang dunia, 25 persen hutan bakau dunia dan memproduksi 10 persen ikan di dunia.
Dalam hal ini, Sarwono Kusumaatmadja, mengatakan Indonesia yang terletak di daerah ekutorial dengan luas lautan sekitar 5,8 juta km2, lebih besar dibanding dengan luas daratan seluas 1,9 juta km2 atau 75% dari seluruh wilayah Indonesia, memiliki ekosistem perairan tawar yang cukup luas terdiri dari 5,886 sungai, 186 danau dan waduk serta sekitar 33 juta hektar rawa.
Apabila sumber daya hayati itu, diartikan sebagai keanekaragaman kehidupan pada tingkat gen, spesies, ekosistem dan proses-proses eko biologis, maka Indonesia merupakan negara megabiodiversity terbesar kedua setelah Brazil. Sementara itu dalam hal keanekaragaman hayati laut, Indonesia merupakan negara megabiodiversity terbesar di dunia. Hal ini bisa dipahami, pasalnya negara Indonesia memiliki seluruh ekosistem bahari tropis yang terlengkap di dunia. Mulai dari hutan mengrove, padang lamun, rumput laut sampai terumbu karang.
Data lain mengungkapkan bahwa jumlah spesies hewan karang keras (batu) atau hard coral yang hidup di perairan laut Indonesia adalah sekitar 350 spesies. Sementara itu, karang lunak (soft coral) berjumlah 210 spesies, dan gorgonians sekitar 350 spesies. Sementara itu, kalangan ahli Belanda (Blecker; 1859) mengemukakan, jumlah spesies ikan laut di Indonesia lebih dari 2000 spesies atau 37 persen dari jumlah spesies ikan laut dunia.
***
Aktivitas eksplorasi laut ini, akan berdampak terhadap kehidupan manusia dan bangsa yang melakukan kegiatan tersebut. Yakni sebagai pilar keimanan seseorang. Efek positif yang paling mendasar ini, kalau dipahami benar-benar, maka ia akan merupakan sebuah “oase” yang di dalamnya akan membangkitkan semangat hidup bagi manusia. Melalui kegiatan eksplorasi kelautan ini, bagi seorang Muslim akan menjadi ajang dalam membangun pilar (tiang penguat) keimanannya terhadap Sang pencipta (Baca: QS. Asy-Syura: 32-34).
Dengan kuatnya iman seseorang, maka ia akan sangat berpengaruh terhadap kualitas kehidupan manusia. Menurut M. Ridwan IR Lubis (1985), ada tiga pengaruh iman dalam kehidupan manusia, yaitu: (1) Kekuatan berpikir (quwatul idraak), (2) Kekuatan fisik (quwatul jismi), dan (3) Kekuatan ruh (quwatur ruuh).
Sedangkan M. Yunan Nasution (1976), mengungkapkan pengaruh iman terhadap kehidupan manusia itu berupa: iman akan melenyapkan kepercayaan kepada kekuasaan benda, menanamkan semangat berani menghadapi maut, menanamkan self help dalam kehidupan, membentuk ketentraman jiwa, dan membentuk kehidupan yang baik.
Sudah seharusnya bangsa Indonesia yang berpenduduk mayoritas Islam ini, menjadi bangsa yang menonjol dalam industri maritim. Karena merekalah (Islam) yang paling banyak memperoleh sugesti kelautan dari ajaran-ajaran dalam Al-Qur’an. Sebaliknya para kaum bahariwan itu menjadi kuat imannya, karena merekalah yang sering menyaksikan kebesaran dan kekuasaan Allah di lautan. Dan seharusnya mereka tergolong makhluk yang paling pandai bersyukur. Waallahu A’lam bishshawab.***
Arda Dinata adalah pendiri Majelis Inspirasi Alquran dan Realitas Alam (MIQRA) Indonesia, http://www.miqra.blogspot.com.