ORANG menjadi kuat, pada dasarnya karena mentalnya
kuat. Orang menjadi lemah, karena mentalnya lemah. Begitu juga, orang sukses,
karena ia memiliki keinginan untuk sukses. Dan orang yang gagal, karena ia
berbuat gagal. Dalam hal ini, ada keterangan yang menyebutkan bahwa: “Orang
yang kuat lebih disukai dan lebih baik dari orang yang lemah.” Jadi,
manusia tangguh dan kuat itu, sudah seharusnya menjadi cita-cita kita dalam
rangka mengabdi kepada-Nya.
Membangun
Optimisme
Oleh Arda Dinata
ORANG menjadi kuat, pada dasarnya karena mentalnya
kuat. Orang menjadi lemah, karena mentalnya lemah. Begitu juga, orang sukses,
karena ia memiliki keinginan untuk sukses. Dan orang yang gagal, karena ia
berbuat gagal. Dalam hal ini, ada keterangan yang menyebutkan bahwa: “Orang
yang kuat lebih disukai dan lebih baik dari orang yang lemah.” Jadi,
manusia tangguh dan kuat itu, sudah seharusnya menjadi cita-cita kita dalam
rangka mengabdi kepada-Nya.
Sedangkan
menurut M. Yunan Nasution, mengungkapkan bahwa pengaruh iman terhadap kehidupan
manusia itu berupa: iman akan melenyapkan kepercayaan kepada kekuasaan benda;
menanamkan semangat berani menghadapi maut; membentuk ketentraman jiwa; dan
membentuk kehidupan yang baik.
Menyikapi
keadaan seperti saat ini, kita seharusnya tidak menjadi pesimis dan berserah
diri. Kita harus optimis dan selalu berusaha untuk mencapai yang terbaik dalam
hidup ini. Sehingga untuk menjadikan pribadi pantang menyerah dan tangguh ini,
maka dalam diri kita harus tertanam sikap optimis, berpikir positif, dan
percaya diri.
Setiap
manusia harus memiliki optimisme dalam menjalani kehidupan. Dengan sikap
optimis, langkah kita akan tegar menghadapi setiap cobaan dan menatap masa
depan penuh dengan keyakinan. Karena garis kehidupan setiap manusia sudah
ditentukan-Nya. Tugas kita adalah hanya berusaha, berpikir dan berdoa. Atau
kita harus luruskan niat dan sempurnakan ikhtiar.
Sedikitnya,
ada tiga pengaruh dari sifat optimisme bagi kehidupan manusia. Pertama,
optimisme dapat menumbuhkan cinta akan kebaikan di dalam diri manusia dan
menumbuhkan perkembangan baru dalam pandangannya tentang kehidupan.
Kedua,
optimisme mampu mengurangi sejumlah problema dalam kehidupan manusia.
Wajah-wajah optimis akan memancarkan kebahagiaan. Tidak saja pada saat mencapai
kepuasan, tetapi dalam segala situasi.
Ketiga,
orang yang menjadikan sifat optimis sebagai bagian dari kehidupannya, maka akan
tumbuh kepercayaan di antara anggota masyarakat. Dan kepercayaan tersebut
merupakan sebab yang mendesak dalam memulihkan dan memajukan umat (bangsa) yang
sedang “sakit” seperti saat ini.
Setelah kita
mampu bersikap optimis, lalu pola pikir kita juga harus dibiasakan berpikir
secara positif dan percaya diri. Berpikir positif kepada siapa?
Berpikir
Positif Kepada Sang Pencipta
Setiap
kejadian, peristiwa dan fenomena kehidupan ini pasti ada sebab musababnya.
Artinya segala kejadian di dunia ini telah Allah atur dengan
secermat-cermatnya. Tinggal bagaimana kita menyikapi setiap kejadian itu
melalui akal dan pikiran yang dilandasi dengan ilmu-ilmu Allah.
Jadi, tugas
kita, hanya berpikir dan membaca. Ada apa dibalik semua itu? Lalu, kita
mengambil pelajaran dari setiap kejadian tersebut dan selanjutnya mengamalkan
yang baiknya dalam perilaku keseharian.
Berpikir
Positif Terhadap Diri Sendiri
Setiap
manusia, dilahirkan sebagai pribadi yang unik. Karena bagaimanapun wajah dan
sifat kita mirip dengan orang lain. Tapi, yang jelas ada saja perbedaan antara
keduanya. Sifat dan pribadi unik itu, harus kita jaga. Itu adalah potensi
positif, modal dasar untuk mencapai keleluasaan langkah kita dalam menjalani
kehidupan ini. Bagaimana orang lain akan menjunjung kita, kalau diri kita
sendiri meremehkan dan tidak ‘mengangkatnya’.
Selain itu,
kita juga harus yakin bahwa kita dilahirkan ke dunia ini sebagai sang juara, the
best. Fakta membuktikan, dari berjuta-juta sel sperma yang disemprotkan
Bapak kita, tetapi ternyata yang mampu menembus dinding telur Ibu kita dan
dibuahi, hanya satu. Itulah kita, “sang juara”. Hal ini, kalau kita sadari akan
menjadi sebuah motivasi luar biasa dalam menjalani hidup ini.
Berpikir
Positif Pada Orang Lain
Orang lain
itu, manusia biasa sama dengan kita. Dia mempunyai kesalahan dan kekhilafan.
Yang tentu hati nuraninya tidak menghendakinya. Pandanglah, orang lain itu dari
sisi positifnya saja dan menerima sisi negatifnya sebagai pelajaran bagi kita.
Belajarlah
dari seekor burung Garuda. Ia mengajarkan anaknya untuk terbang dari tempat
yang tinggi dan menjatuhkannya. Lalu jatuh, diangkat lagi dan seterusnya sampai
ia bisa terbang sendiri. Hati Garuda juga bersih, tidak mendendam. Ia kalau
waktunya bermain “cakar-cakaran”. Tapi, kalau di luar itu ia akur, damai
kembali.
Berpikir
Positif Pada Waktu
Setiap
manusia diberi waktu yang sama, dimana pun dia berada. Sebanyak 24 jam sehari
atau 86.400 detik sehari. Waktu itu, ingin kita apakan? Kita gunakan untuk
tidur seharian, kerja keras, mengeluh, berdemontrasi, bergunjing, santai,
menuntut ilmu, menolong orang lain, melamun, ibadah, dan lainnya. Waktu itu
tidak akan protes. Yang jelas, setiap detik hidup kita akan diminta
pertanggungjawabannya kelak. Bagi mereka yang biasa mengisi waktunya dengan
amal-amalan saleh/kebaikan dan berada dalam keimanan, maka ia akan memperoleh
kehidupan yang lebih baik.
Akhirnya,
untuk memaksimalkan potensi optimisme yang ada pada diri seseorang, kuncinya
adalah diri kita perlu dibangun dengan kebiasaan positif. Dan kita berdoa, agar
Sang Penguasa diri ini memberi kemampuan kepada kita untuk membangun pribadi
yang tangguh dan pantang menyerah. Amin. Wallahu’alam***
Arda Dinata, pendiri Majelis Inspirasi Alquran dan Realitas Alam/ MIQRA Indonesia, www.miqraindonesia.com