- / / : 081284826829

Selamat Datang dan Sukses


Selamat Datang di Situs

PUSAT INSPIRASI SUKSES HIDUP ANDA

















BPK, Pengelolaan Keuangan Negara dan Kesejahteraan Rakyat
Oleh Arda Dinata






“Pengelolaan keuangan negara merupakan suatu kegiatan yang akan mempengaruhi peningkatan kesejahteraan dan kemakmuran rakyat dan bangsa Indonesia.” (Prof. Dr. Anwar Nasution)
TERKAIT dengan tata kelola keuangan negara, dewasa ini paling tidak telah terjadi tiga perubahan. Pertama, meningkatnya kesadaran masyarakat untuk memiliki pemerintahan yang bersih, akuntabel, dan transparan dalam mengelola keuangan negara. Kedua, kewajiban pemerintah pusat dan daerah untuk menyusun laporan keuangan sebagai wujud akuntabilitas pengelolaan keuangan negara/daerah. Ketiga, pemberian otonomi kepada daerah dalam melakukan pengelolaan keuangan daerah dan juga keuangan pemerintah pusat. Pengelolaan keuangan negara yang sebelumnya terpusat di ibu kota negara menjadi tersebar di masing-masing provinsi dan kabupaten/kota. Adanya perubahan-perubahan dalam penyelenggaraan negara tersebut, maka mau tidak mau sangat mempengaruhi posisi BPK, sebagai satu-satunya lembaga yang bertanggung jawab untuk melakukan pemeriksaan pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara. Lalu, apa hubungannya antara Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), pengelolaan keuangan negara dan kesejahteraan rakyat? Dengan kondisi keuangan negara yang terkelola dengan baik, maka paling tidak kewajiban terselenggaranya sistem jaminan sosial kesejahteraan rakyat dapat terpenuhi oleh pemerintah. Permasalahannya adalah mampukah BPK berperan dalam tata kelola keuangan negara yang baik tersebut? Tugas Pokok BPK Dalam konteks kehidupan bernegara di Indonesia, UUD 1945 menciptakan BPK sebagai lembaga tinggi negara dengan tugas pokok melakukan pemeriksaan atas pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara, baik berupa stok asetnya maupun transaksi dalam membelanjai kegiatannya. Tujuan dari pemeriksaan yang dilakukan BPK ini, tidak lain adalah untuk memelihara transparansi fiskal guna menciptakan clean government dan good governance. Yang mana, elemen pokok dari transparansi fiskal itu berupa integritas ataupun kebenaran laporan keuangan negara. Pada hakikatnya, transparansi fiskal ini mengandung empat elemen dasar pokok (Anwar Nasution; 2004). Pertama, adanya kejelasan peranan serta tanggung jawab lembaga negara. Dalam kaitan ini, termasuk kejelasan pembagian tugas, kewenangan, maupun tanggung jawab semua cabang pemerintah, baik legislatif, eksekutif, maupun yudikatif. Kejelasan pengaturan itu juga mencakup mekanisme koordinasi dan manajemen kegiatan anggaran maupun nonanggaran. Kedua, adanya keterbukaan informasi kepada masyarakat luas, baik berupa kegiatan di masa lalu, pada saat sekarang, maupun mengenai rencana ke depan. Dokumentasi anggaran, neraca, maupun laporan lainnya mengenai keuangan negara harus terbuka untuk umum dan mencakup transaksi anggaran resmi maupun kegiatan nonbujeter terkonsolidasi. Termasuk di dalam dokumen laporan itu kewajiban kontijensi, pajak terselubung, maupun kegiatan kuasi fiskal, posisi utang serta kekayaan negara. Ketiga, adanya keterbukaan informasi dalam proses penyusunan anggaran maupun pelaksanaan serta pelaporannya. APBN tahunan hendaknya disiapkan dan dipresentasikan dalam kerangka asumsi perkiraan besaran model ekonomi makro yang komprehensif dan konsisten. UU No. 17 tahun 2003 menetapkan bahwa laporan pertanggungjawaban APBN/APBD setidaknya terdiri dari laporan realisasi anggaran, neraca, laporan arus kas dan catatan atas laporan keuangan yang disusun sesuai standar akuntansi pemerintah. Keempat, menyangkut kebenaran ataupun integritas keuangan negara. Data anggaran mencerminkan proyeksi penerimaan dan pengeluaran negara yang disusun berdasarkan asumsi perkembangan ekonomi makro tertentu untuk mewujudkan komitmen kebijakan pemerintah yang tertentu pula. Kebenaran data yang dimuat dalam dokumen anggaran perlu dipelihara dan disusun berdasarkan standar akuntansi baku dan perlu diperiksa konsistensi internalnya dan direkonsiliasikan dengan data sumber lainnya. Langkah Strategis Sebagai realisasi peran BPK dalam tata kelola keuangan negara yang baik, maka paling tidak ada empat langkah strategis yang dapat dilakukan. Pertama, BPK harus mampu berperan sebagai lembaga pemeriksa keuangan negara yang independen dan profesional. BPK harus mengedepankan nilai-nilai independensi dan profesionalisme dalam semua aspek tugasnya menuju terwujudnya akuntabilitas dan transparansi pengelolaan keuangan negara. Kedua, BPK harus mampu memenuhi semua kebutuhan dan harapan pemilik kepentingan, yaitu DPR, DPD, DPRD, dan masyarakat pada umumnya dengan menyediakan informasi yang akurat dan tepat waktu kepada pemilik kepentingan atas penggunaan, pengelolaan, keefektifan, dan pertanggungjawaban pengelolaan keuangan negara. Ketiga, BPK harus mampu menjadi pusat regulator di bidang pemeriksaan pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara. Artinya BPK dalam kesehariannya harus menjadi pusat pengaturan di bidang pemeriksaan atas pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara yang berkekuatan hukum mengikat, yang berkaitan dengan pelaksanaan tugas, wewenang dan fungsi BPK sebagaimana ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan. Keempat, BPK mampu mendorong terwujudnya tata kelola yang baik atas pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara. BPK sebagai satu-satunya lembaga yang bertanggung jawab untuk melakukan pemeriksaan pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara, harus dapat mendorong peningkatan pengelolaan keuangan negara dengan menetapkan standar yang efektif, mengindentifikasi penyimpangan, meningkatkan sistem pengendalian intern, menyampaikan temuan dan rekomendasi kepada pemilik kepentingan, dan memiliki efektivitas tindak lanjut hasil pemeriksaan. Terkait dengan isu tata kelola dalam manajemen keuangan pemerintah, belum lama ini kembali mengemuka, tatkala BPK memberi status disclaimer (tidak memberi pendapat) terhadap Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) 2005. BPK menemukan Rp 35,6 triliun aset BUMN yang tidak jelas statusnya; ratusan rekening pemerintah yang tidak tercatat di neraca pemerintah pusat; serta ratusan rekening yang diatasnamakan pribadi --semua berjumlah Rp. 8,54 triliun (Kompas, 4 dan 5/10/06). Alasan yang paling standar dan elementer terhadap fenomena itu, adalah banyak birokrat yang sengaja membuat banyak rekening di departemennya --atas nama pribadi-- untuk menampung dana berbagai macam proyek. Namun, menurut A Tony Prasetiantono, dosen Fakultas Ekonomi UGM, dalam prinsip tata kelola yang baik, cara ini jelas tidak bisa diterima. Dengan cara pencatatan yang amburadul seperti itu, praktis dapat membuka peluang moral hazard, atau lebih konkretnya praktik manipulasi dan korupsi. Cara ini juga menyebabkan rentang pengawasan menjadi lebih luas, sehingga lebih sulit dilakukan. Itulah sebabnya BPK merasa kebingungan menilai (confused), sehingga akhirnya mengeluarkan status disclaimer. Menyikapi kenyataan tersebut, maka dalam rangka untuk tidak mengulang rapor disclaimer, para birokrat pemerintah harus memperbaiki tata kelola keuangannya. Untuk membenahi tata cara pengelolaan keuangan negara yang baik, syaratnya paling tidak kita harus memenuhi lima asas tata kelola yang baik, yakni transparansi, akuntabilitas, tanggung jawab, keadilan, dan independen. Catatan Penutup Dengan terciptanya tata kelola keuangan negara yang baik, maka langkah pemenuhan kesejahteraan rakyat akan segera terwujud. Hal ini cukup beralasan, karena dana-dana yang tidak terkelola dengan baik dan biasanya menjadi peluang munculnya KKN, dapat pemerintah kelola untuk membentuk sistem jaminan sosial bagi masyarakat. Inilah, barangkali makna dari ungkapan ketua BPK, Prof. Dr. Anwar Nasution bahwa: “Pengelolaan keuangan negara merupakan suatu kegiatan yang akan mempengaruhi peningkatan kesejahteraan dan kemakmuran rakyat dan bangsa Indonesia.” Apalagi saat ini, bangsa Indonesia telah mengalami sebuah lompatan besar dari perubahan UUD 1945 yaitu perubahan pasal 34 ayat (2), yang secara tegas menunjukkan kemauan politik untuk melaksanakan sistem jaminan sosial dalam mewujudkan kesejahteraan rakyat (Sulastomo; 2002). Untuk itu, agar terwujud tata kelola pemerintahan yang baik, maka pemerintah harus terus meningkatkan transparansi dan akuntabilitas pengelolaan keuangan negara/daerah. Salah satunya berupa reformasi keuangan negara mencakup bidang peraturan perundang-undangan, kelembagaan, sistem dan peningkatan kualitas sumber daya manusia (SDM). Dalam bidang keuangan negara, perubahan dasar yang harus dilakukan bagi institusi negara adalah mengubah pola administrasi keuangan (financial administration) menjadi pengelolaan keuangan (financial management). Sebagai langkah proaktif, mau tidak mau peningkatan kualitas SDM di bidang keuangan negara/daerah menjadi hal yang sangat mendesak dilakukan oleh pemerintah pusat maupun daerah. Bagi BPK sendiri, harus mampu melakukan langkah strategis di atas dan terus menyerap berbagai masukan terkait aspek-aspek di luar kemampuan teknis akuntansinya. Akhirnya, dengan usaha dan peran seperti itu, maka diharapkan BPK menjadi lembaga tinggi yang bijak, penuh wibawa dan mensejahterakan rakyatnya. Wallahu’alam. Penulis, pemerhati masalah sosial dan pendiri Majelis Inspirasi Alquran & Realitas Alam (MIQRA) Indonesia, www.miqra.blogspot.com. Artikel ini diikutsertakan dalam Lomba Karya Tulis 60 tahun BPK. ***
WWW.ARDADINATA.COM