- / / : 081284826829

Memaknai Musibah dalam Hidup

Hidup ini haruslah kita posisikan dengan kaca mata hikmah. Artinya, ia senantiasa akan menganggap segala peristiwa dan kejadian yang menimpa manusia adalah semata-mata atas ketetapan Allah Swt. Begitu juga dengan terjadinya musibah, tentu berdasarkan ketetapan-Nya, lagi tidak sia-sia. Sebab, segala kejadian di jagat raya ini tidak ada yang tanpa sengaja. Semuanya serba diperhitungkan, teliti dan mempunyai tujuan tertentu.


Lalu, mengapa musibah itu menimpa seseorang? Musibah datang, tentu itu jelas-jelas takdir Allah. Dengan musibah tersebut, Allah memiliki tujuan-tujuan tertentu, yang hendaknya kita mampu mentafakurinya. Musibah juga terjadi karena kelalaian manusia itu sendiri (human error). Yakni berupa perilaku melenceng dari ajaran tauhid (Islam). Dan musibah datang disebabkan oleh amanat yang telah disia-siakan serta banyak manusia telah meninggalkan para ulama dalam mencermati kehidupan ini.



Agar setiap musibah (misalnya banjir, longsor, kelaparan, kematian, dll.) dapat kita maknai secara benar, berikut ini ada beberapa posisi musibah dalam hidup yang harus kita sadarinya.

Musibah sebagai Bencana

Bencana itu terjadi, jelas disebabkan atas hukum sebab akibat. Adanya musibah yang menimpa seseorang dapat kita posisikan sebagai bencana, manakala terjadinya musibah itu secara lahiriah benar-benar disebabkan oleh perbuatan manusia berupa mendustakan ayat-ayat-Nya dan perilaku dzalim terhadap makhluk lainnya.

Allah berfirman dalam QS. Al-A’raaf: 96, “Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbutannya.”

Yang jelas, posisi musibah sebagai bencana itu, semata-mata dipicu oleh perbuatan manusia itu sendiri. Allah berfirman “Dan musibah apa saja yang menimpa kamu adalah disebabkan oleh ulah tanganmu sendiri.” (QS. Asy-Syura’: 30).

Musibah sebagai Penghapus Dosa

Keberadaan musibah dalam hidup ini, bagi seorang mukmin ternyata dapat menjadi penebus dosa baginya. Tentu, hal ini didasari oleh kesadaran diri atas perbutan dan kekuatan imannya. Rasulullah saw bersabda, “Sesungguhnya dalam tiap musibah yang menimpa orang Islam ada kaffarah walaupun duri yang mengenainya atau kecelakaan yang menimpanya.” (HR. Muslim).

Dalam keterangan lain, seperti diriwayatkan dari Abu Hurairah ra, Rasulullah saw bersabda: “Apa saja yang menimpa ummat Islam seperti kepayahan, penderitaan, kekecewaan, duka cita, gangguan dan tekanan batin sampai-sampai duri yang mengenainya melainkan pastilah Allah akan menghapus dosa-dosa kesalahannya (dengan sebab-sebab hal tersebut).” (HR. Bukhari).

Musibah sebagai Pembawa Berkah

Hikmah lain yang bisa kita petik dari adanya musibah ini, adalah sebagai pembawa berkah (kebaikan). Yakni bagi mereka yang ketika terkena musibah, ia dapat menerimanya dengan tabah, sabar, dan tidak keluar dari tatanan ajaran Islam.

Nabi saw bersabda, “Sungguh menakjubkan urusannya orang muslim. Semua urusannya itu baik, dan hal itu tidaklah dimiliki oleh seorangpun selain hanya orang muslim. Apabila sesuatu yang menggembirakan dia dapatkan maka ia bersyukur, maka hal itu baik baginya. Dan apabila sesuatu yang mudlarat menimpa padanya lalu ia bersabar (tabah), maka hal itu baik pula baginya.” (HR. Muslim).

Adanya bukti sikap sabar dari seseorang yang ditimpa musibah, antara lain berupa pengucapan kalimat istirja’, yaitu Inna lillahi wainna ilaihi raji’uun ketika musibah itu datang. Dampaknya, pada dirinya akan timbul kesadaran bahwa segala sesuatu adalah milik Allah dan semata-mata agar kita mau kembali kepada-Nya.

Musibah sebagai Suatu Kenikmatan

Nikmat yang sesungguhnya adalah apabila kita telah pulang menemui Allah Swt sebagai Tuhannya dan menemui panggilan-Nya, seperti firman Allah Swt dalam QS. Al-Fajr: 27-30, “Hai jiwa yang tenang, kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang puas lagi diridhai-Nya, maka masuklah ke dalam jamiah hamba-hamba-Ku dan masuklah ke dalam surga-Ku.”

Dalam hal ini, kematian yang berujung kebaikan, itulah merupakan musibah yang dapat merupakan kenikmatan. Realitasnya, walaupun dalam pandangan manusia yang ditinggalkannya bahwa kematian itu sebagai suatu malapetaka, kesedihan, dan lainnya. Tetapi, di sisi lain dalam Alquran disebutkan bahwa kematian itu merupakan rangkaian nikmat dan anugerah Allah. Karena bukankah kematian itu sebagai jalan satu-satunya untuk memperoleh kebahagiaan sejati? Wallahu’alam.***

Arda Dinata adalah pendiri Majelis Inspirasi Alquran dan Realitas Alam (MIQRA) Indonesia, http://www.miqra.blogspot.com.
WWW.ARDADINATA.COM