Oleh: ARDA DINATA
Orangtua hendaknya senantiasa membingkai setiap tindakan dan perilakunya dalam oase kasih sayang. Inilah harga mahal dari proses mendidik anak.
KESUKSESAN dalam mendidik anak, paling tidak akan ditentukan oleh ketiga kekuatan yaitu orangtua, pendidik di sekolah dan tatanan lingkungan masyarakatnya. Di sini, kelihatannya peran yang menentukan dan strategis dalam periode awal kehidupan seorang anak ialah pola didik dan asuhan dari kedua orangtuanya (baca: ibu dan bapak) di rumah.
Semua anak memang tidak bisa disamakan. Masing-masing mempunyai karakter dan pembawaan sendiri-sendiri. Namun demikian, yang patut kita garis bawahi adalah bahwa setiap anak secara umum memiliki sifat-sifat dan kebiasaan yang sama. Sehingga dalam mendidik anak sesuai moral Islam, menurut Syaikh M. Jamaluddin Mahfuzh (2003), ada beberapa unsur yang perlu diperhatikan.
Pertama, menanamkan akidah yang sehat.
Bersumber dari Rafi r.a., ia berkata, “Aku melihat Rasulullah SAW menyerukan adzan shalat ke telinga Hasan bin Ali r.a., ketika ia baru saja dilahirkan oleh Fatimah.” (HR. At-Tirmidzi). Hikmahnya, ialah upaya agar yang pertama kali didengar oleh telinga si anak adalah kalimat yang menyatakan kebesaran Allah dan kesaksian Islam.
Kedua, latihan ibadah dan beri hukuman.
Bagi anak-anak yang belum mukallaf, Islam mewajibkan kepada orangtua untuk melatih mereka dengan membiasakan shalat. Bersumber dari Abdullah bin Umar r.a., sesungguhnya Rasulullah SAW bersabda, “Perintahkanlah anak-anakmu untuk shalat ketika mereka telah berusia tujuh tahun. dan pukullah mereka, karena meninggalkan shalat ketika mereka telah berusia dua belas tahun. Dan pisahkanlah mereka pada tempat tidur.” (HR. Ahmad, Abu Dawud dan Al-Hakim).
Islam menekankan kepada kaum muslimin, untuk memerintahkan anak-anak mereka menjalankan shalat ketika telah berusia tujuh tahun. Hal ini dimaksudkan agar mereka senang melakukannya dan sudah terbiasa semenjak kecil. Namun, tindakan menghukum anak yang sudah baligh, baik laki-laki maupun perempuan, yang meninggalkan shalat, memang disyariatkan oleh Islam. Dan bentuk hukumannya tentu ada dalam koridor kasih sayang orangtua terhadap anaknya.
Ketiga, mengajarkan kepada anak sesuatu yang halal dan haram.
Bersumber dari Abdullah bin Zaid r.a., ia berkata, “Kami sedang berada di dekat Abdullah bin Masud r.a., ketika mendadak seorang puteranya datang menghampirinya dengan mengenakan baju dari sutera. Abdullah bin Masud bertanya, ‘Siapa yang memakaikan pakaian ini kepadamu?’ Anak itu menjawab, ‘Ibuku.’ Abdullah bin Masud lalu menanggalkannya seraya berkata, ‘Katakan pada ibumu supaya ia memakai pakaian yang selain ini.’”
Haram hukumnya bagi orangtua, baik anak laki-laki maupun perempuan, memakaikan sesuatu yang tidak halal. Bersumber dari Zaid bin Arqam dan Wailah bin Al Asqa r.a., sesungguhnya Nabi SAW bersabda, “Emas dan sutera itu halal bagi umatku yang wanita, dan haram bagi umatku yang laki-laki.” (HR. Ath-Thabarani, Abu Dawud, An Nasa’I dan yang lain).
Keempat, membangun aktivitas belajar.
Rasulullah SAW bersabda, “Hak anak atas ayahnya ialah diajari menulis, berenang dan memberinya rezeki dari yang halal saja.” (HR. Al-Baihaqi). Sementara itu, kata Al-Qabisi, “Barangsiapa yang ingin diberi oleh Allah keturunan yang bisa menjadi buah hatinya, maka janganlah ia bersikap kikir mengeluarkan biaya untuk anaknya yang belajar Alquran. Seorang ayah yang tidak segan-segan mengeluarkan uang demi membiayai anaknya yang tengah belajar Alquran, insya Allah ia termasuk orang-orang yang senang berlomba berbuat kebajikan. Dan seorang ayah yang mau mengajar dan mendidik anaknya dengan sebaik mungkin, itu berarti ia telah melakukan suatu amal yang pahalanya diharapkan bisa berlipat ganda.”
Kelima, membangun persahabatan orangtua terhadap anak.
Rasulullah SAW bersabda, “Perhatikanlah anak-anakmu, dan didiklah mereka dengan baik.” (HR. Ibnu Majah). Hadis ini mengajarkan agar orangtua untuk selalu bersahabat dengan anak, mengawasi, memperhatikan, dan mendidik mereka sebaik mungkin. Rasulullah memberi petunjuk dalam sabdanya, “Barangsiapa punya anak kecil hendaklah ia perlakukan secara proposional.” (HR. Ibnu Askair). Artinya, orangtua dalam mendidik anaknya harus diperlakukan sesuai dengan derajat kekanak-kanakannya. Jadi, anak harus diajak bicara dengan lemah lembut, diperlakukan dengan rasa penuh cinta kasih, diusahakan agar hatinya gembira, didekati, diajak bermain dan bersenda gurau, serta akal dan hatinya diisi dengan harapan maupun keceriaan.
Keenam, membiasakan meminta izin.
Di antara adab yang patut dibiasakan oleh anak-anak ialah meminta izin atau permisi. Ishak Al-Ghazari berkata, “Aku pernah bertanya kepada Al-Auza’i, apa batasan anak kecil yang diharuskan minta izin terlebih dahulu?” Ia menjawab, “Kalau ia sudah berumur empat tahun. pada usia ini, ia tidak boleh menemui wanita tanpa izin terlebih dahulu.” Dan menurut Az-Zuhri, “Seseorang yang menemui ibunya harus minta izin terlebih dahulu.” Kata Al-Qurthubi, “Meskipun belum baligh, Anas bin Malik sudah biasa meminta izin kepada Rasulullah SAW jika hendak menemui isteri-isteri beliau. Demikian pula yang dilakukan oleh para sahabat terhadap anak-anak dan budak-budak mereka.”
Arda Dinata adalah pendiri Majelis Inspirasi Alquran dan Realitas Alam (MIQRA) Indonesia, http://www.miqra.blogspot.com.