- / / : 081284826829

Rumah Tangga di Bawah Naungan Cinta*)

"Bagi mereka istri-istri yang disucikan dan kami memasukkan mereka (ke bawah) naungan yang meneduh" (An-Nisa: 57).
SUNGGUH indah apa yang Allah gambarkan dalam ayat Alquran di atas. Itu adalah sebuah kenikmatan yang patut kita syukuri. Naungan itu bisa dibilang termasuk kenikmatan surga. Bukankah, setiap manusia menyukai berteduh di bawah sebuah naungan agar terbebas dari sengatan matahari di musim panas dan dinginnya air saat musim hujan?



Dalam bahasa yang puitis, Dr. Akram Ridha, penulis buku Rahasia Keluarga Romantis menuliskan, "Di rumah-rumah kita, bersemilah pohon-pohon cinta yang menaungi rumah-rumah itu. Di sebagian rumah, pohon-pohon itu tumbuh segar, ranting-rantingnya memanjang dan daun-daunnya menghijau, hingga naungannya melebar teduh. Itulah rumah yang hidup di bawah naungan cinta."

Ya! Setiap pasangan pastinya ingin membangun rumah tangga di bawah naungan cinta tersebut. Dialah rumah tangga yang di dalamnya tidak pernah kehabisan tabungan cinta. Selalu ada cara untuk mengekspresikan cinta, bahkan menambah kedalaman artinya. Karena para penghuninya itu mampu menciptakan samudra cinta yang luas tanpa batas.

Lalu, fondasi dasar seperti apa yang patut kita bangun untuk menciptakan rumah tangga di bawah naungan cinta tersebut?

Fondasi dasar

Kondisi rumah tangga di bawah naungan cinta, tentu sangat meneduhkan siapa pun penghuninya. Hal ini tentu berbeda dengan rumah tangga tanpa naungan rasa cinta. Kondisinya, tentu akan gersang, pohon-pohon cinta itu mengering, ranting-rantingnya patah, daun-daunnya berguguran dan fungsi naungannya pun menghilang.

Untuk itu, sejak awal tiap suami-istri harus sadar betul bahwa pohon-pohon rumah tangga itu senantiasa membutuhkan pengairan terus menerus yang mengantarkan dan membantunya dapat hidup serta berkembang. Tepatnya, setiap pasangan suami-istri hendaknya memahami sarana-sarana apa saja yang membuat pohon-pohon itu tetap segar dan ceria dengan kerindangan yang dimilikinya. Selain itu, ia pun harus mengerti pula sebab-sebab mengapa pohon-pohon cinta itu menjadi kering sehingga ia tidak kehilangan indahnya naungan pohon cinta tersebut.

Terkait usaha membangun rumah tangga di bawah naungan cinta, jauh-jauh hari ajaran Islam telah memberikan petuahnya bahwa untuk menggapai kondisi rumah tangga dalam naungan cinta, hubungan suami-istri tersebut harus dibangun di atas dua fondasi dasar asas membangun rumah tangga.

Pertama, asas rabbani, yaitu asas yang terkait dengan hukum-hukum Allah, perintah dan larangan-Nya. Batas-batas Allah itulah yang harus menjadi fondasi awal bagi suami-istri dalam membangun rumah tangga. Melalui aplikasi perilaku tersebut, tatanan rumah tangga di bawah naungan pohon cinta itu dapat kita raih.

Kedua, asas insani. Dalam Alquran, asas insani ini diungkapkan dengan istilah al-ma`ruf (kebaikan). Terkait dengan ini, Dr. Akram Ridha menyebutnya dengan nilai-nilai keadilan dan ihsan (berbuat kebaikan). Inilah yang merupakan fondasi syariat Islam. Artinya, hubungan suami-istri di dalam kehidupan keluarga dan masyarakat dibangun di atas fondasi "saling memberikan hak", yang berputar di orbit keadilan (hak-hak hukum) dan orbit ihsan (hak-hak agamis yang menyadarkan pada kekuatan `batin agamis` yang ada di setiap orang).

Oleh karena itu, hak-hak agamis dalam keluarga itu tidak mungkin dibatasi atau diatur, melainkan dengan napas takwa. Kondisi tersebut terlihat seperti dalam ungkapan ajaran Islam dalam Alquran, yaitu "Pergaulilah mereka (suami-istri) dengan baik (ma`ruf); hak bagi mereka itu sama seperti kewajiban mereka, dengan (dasar) kebaikan."

Jadi, kebaikan (al-ma`ruf) itu merupakan proses di mana orbit nikmat Allah berupa pernikahan berputar. Ia adalah ketenangan (sakan), cinta kasih (mawaddah), dan sayang (rahmah). Untuk itu, langkah memperindah hubungan suami-istri inilah merupakan sebaik-baik ungkapan syukur atas nikmat tersebut dan sebagai jalan terbaik melanggengkan ikatan pernikahan. Semoga!

(Arda Dinata, pendiri Majelis Inspirasi Alquran dan Realitas Alam/Miqra Indonesia).***

*) Artikel ini telah dimuat di HU Pikiran Rakayat Bandung, edisi Minggu, 28 Februari 2010.
WWW.ARDADINATA.COM