“Bagaimana minat anda terhadap ilmu?” Jawab Syafi’i hampir senada, “Minat saya laksana orang mengumpulkan makanan yang berambisi menikmati kelezatannya secara sempurna.”@ardadinata
Indahnya Menuntut Ilmu dengan Bening Hati
Oleh Arda Dinata
Nabi Saw bersabda, “Mencari ilmu itu wajib hukumnya bagi setiap muslim.” Dalam ajaran Islam pengertian adanya keharusan menuntut ilmu mendapat tempat yang begitu luas dan luhur dalam arti rohani dan jasmani.
Aktivitas menuntut ilmu dengan bening hati, akan memposisikan ilmu menjadi saudara kembar amal. Perpaduan ilmu dan amal inilah, kunci sukses sejak masa Rasul sampai sekarang. Dan tatkala ilmu berpisah dari amal, maka kita bersiap menghadapi bencana.
Imam Malik bin Anas, mengungkapkan bahwa ilmu ini adalah agama, maka lihatlah dari siapa anda mengambilnya, dan tidak ada kebaikan sedikitpun dalam diri seseorang yang menurut pandangan masyarakat ia tidak memiliki sesuatu keahlian apapun. Sementara itu, ilmu adalah cahaya yang tidak mungkin dapat diperoleh kecuali dengan hati yang khusyu –bening hati-- dan takwa.
Atas dasar itulah, mungkin kenapa Al-Ghazali mengatakan, “Awal dari ilmu pengetahuan itu adalah diam, lalu mendengarkan, kemudian menyerap, dan seterusnya mengamalkan dan menyebarluaskannya.” Al-Ghazali juga menyarankan ajarkanlah ilmumu kepada orang lain yang tidak mengetahuinya, dan belajarlah apa yang tidak engkau ketahui dari orang yang mengetahuinya. Maka, bila anda lakukan semuanya itu, niscaya anda dapat mengetahui apa yang selama ini tidak anda ketahui dan menyerap apa yang telah anda ketahui itu.
Paling tidak, kisah Imam Syafi’i saat menetap di Baghdad telah memberi kita pelajaran berharga tentang bagaimana salaf mensikapi dan menghormati serta merindukan ilmu.
“Bagaimana semangat anda menuntut ilmu?” Syafi’i ra menjawab, “Saya mendengarkan huruf seakan-akan huruf-huruf itu belum pernah saya temukan selama ini. Karena itu saya kerahkan seluruh anggota tubuh saya untuk menyimaknya.”
“Bagaimana minat anda terhadap ilmu?” Jawab Syafi’i hampir senada, “Minat saya laksana orang mengumpulkan makanan yang berambisi menikmati kelezatannya secara sempurna.”
“Dan bagaimana cara anda mencarinya?” Beliau menjawab, “Saya mencarinya laksana seorang wanita yang kehilangan anak satu-satunya di dunia ini, ia tidak memiliki apapun selain dia.” Jadi, betapa indahnya menuntut ilmu yang dilandasi dengan kebeningan hati.
Akhirnya, haruslah kita bangun kebeningan hati dalam segala lini kehidupan manusia. Karena telah nampak buah dari kebeningan hati itu dalam melejitkan derajat manusia di mata Allah Swt. Bukankah, orang yang mendapat “undangan” Allah masuk surga kelak ialah hamba-Nya yang memiliki jiwa bening?
Allah berseru dalam QS. Al-Fajr: 27-30, yang artinya “Hai jiwa yang tenang. Kembalilah kepada Rabbmu dengan hati yang puas lagi diridhai-Nya. Maka masuklah ke dalam jamaah hamba-hamba-Ku. Dan masuklah ke dalam surga-Ku.” Waallahu’alam.*
Bagaimana menurut Anda?
Artikel Yang Terkait:
1. Indahnya Berkeluarga dengan Bening Hati
2. Indahnya Bertetangga dengan Bening Hati
3. Indahnya Bermu’amalah dengan Bening Hati
4. Indahnya Berpolitik dengan Bening Hati
5. Indahnya Memimpin dengan Bening Hati
6. Indahnya Menuntut Ilmu dengan Bening Hati
Arda Dinata, pendiri Majelis Inspirasi Alquran dan Realitas Alam/ MIQRA Indonesia, www.miqraindonesia.com
Nabi Saw bersabda, “Mencari ilmu itu wajib hukumnya bagi setiap muslim.” Dalam ajaran Islam pengertian adanya keharusan menuntut ilmu mendapat tempat yang begitu luas dan luhur dalam arti rohani dan jasmani.
Aktivitas menuntut ilmu dengan bening hati, akan memposisikan ilmu menjadi saudara kembar amal. Perpaduan ilmu dan amal inilah, kunci sukses sejak masa Rasul sampai sekarang. Dan tatkala ilmu berpisah dari amal, maka kita bersiap menghadapi bencana.
Imam Malik bin Anas, mengungkapkan bahwa ilmu ini adalah agama, maka lihatlah dari siapa anda mengambilnya, dan tidak ada kebaikan sedikitpun dalam diri seseorang yang menurut pandangan masyarakat ia tidak memiliki sesuatu keahlian apapun. Sementara itu, ilmu adalah cahaya yang tidak mungkin dapat diperoleh kecuali dengan hati yang khusyu –bening hati-- dan takwa.
Atas dasar itulah, mungkin kenapa Al-Ghazali mengatakan, “Awal dari ilmu pengetahuan itu adalah diam, lalu mendengarkan, kemudian menyerap, dan seterusnya mengamalkan dan menyebarluaskannya.” Al-Ghazali juga menyarankan ajarkanlah ilmumu kepada orang lain yang tidak mengetahuinya, dan belajarlah apa yang tidak engkau ketahui dari orang yang mengetahuinya. Maka, bila anda lakukan semuanya itu, niscaya anda dapat mengetahui apa yang selama ini tidak anda ketahui dan menyerap apa yang telah anda ketahui itu.
Paling tidak, kisah Imam Syafi’i saat menetap di Baghdad telah memberi kita pelajaran berharga tentang bagaimana salaf mensikapi dan menghormati serta merindukan ilmu.
“Bagaimana semangat anda menuntut ilmu?” Syafi’i ra menjawab, “Saya mendengarkan huruf seakan-akan huruf-huruf itu belum pernah saya temukan selama ini. Karena itu saya kerahkan seluruh anggota tubuh saya untuk menyimaknya.”
“Bagaimana minat anda terhadap ilmu?” Jawab Syafi’i hampir senada, “Minat saya laksana orang mengumpulkan makanan yang berambisi menikmati kelezatannya secara sempurna.”
“Dan bagaimana cara anda mencarinya?” Beliau menjawab, “Saya mencarinya laksana seorang wanita yang kehilangan anak satu-satunya di dunia ini, ia tidak memiliki apapun selain dia.” Jadi, betapa indahnya menuntut ilmu yang dilandasi dengan kebeningan hati.
Akhirnya, haruslah kita bangun kebeningan hati dalam segala lini kehidupan manusia. Karena telah nampak buah dari kebeningan hati itu dalam melejitkan derajat manusia di mata Allah Swt. Bukankah, orang yang mendapat “undangan” Allah masuk surga kelak ialah hamba-Nya yang memiliki jiwa bening?
Allah berseru dalam QS. Al-Fajr: 27-30, yang artinya “Hai jiwa yang tenang. Kembalilah kepada Rabbmu dengan hati yang puas lagi diridhai-Nya. Maka masuklah ke dalam jamaah hamba-hamba-Ku. Dan masuklah ke dalam surga-Ku.” Waallahu’alam.*
Bagaimana menurut Anda?
Artikel Yang Terkait:
1. Indahnya Berkeluarga dengan Bening Hati
2. Indahnya Bertetangga dengan Bening Hati
3. Indahnya Bermu’amalah dengan Bening Hati
4. Indahnya Berpolitik dengan Bening Hati
5. Indahnya Memimpin dengan Bening Hati
6. Indahnya Menuntut Ilmu dengan Bening Hati
Arda Dinata, pendiri Majelis Inspirasi Alquran dan Realitas Alam/ MIQRA Indonesia, www.miqraindonesia.com
Pusat Pustaka Ilmu, Inspirasi dan Motivasi Menjadi Orang Sukses
Jl. Raya Pangandaran Km. 3 Kec. Pangandaran - Ciamis Jawa Barat 46396
http://www.ardadinata.web.id