"Agar tanaman kebahagiaan tidak layu dan mengering, maka harus disirami setiap hari dengan sikap dan tindakan saling memberi di antara suami-istri." @ardadinata
Agar Kebahagiaan
Tidak Layu
Oleh: Arda Dinata
“Kebahagiaan Anda
tumbuh berkembang manakala Anda membantu orang lain. Namun, bilamana Anda tidak
mencoba membantu sesama, kebahagiaan akan layu dan mengering. Kebahagiaan
bagaikan sebuah tanaman, harus disirami setiap hari dengan sikap dan tindakan
memberi.” (J. Donald Walters).
DAPAT
dipastikan setiap kita mengharapkan kebahagiaan dalam hidupnya. Termasuk ibadah
di bulan Ramadan yang kita lakukan ini, tentu semata-mata untuk meraih
kebahagiaan hidup di dunia dan akherat. Sehingga pantas bila Syaikh Syarbashi
pernah berkata, “Semua manusia yang hidup di dunia ini berlomba-lomba mencari
kebahagiaan dan ingin bisa meraihnya walaupun dengan harga yang tinggi.”
Demikian pun dengan pasangan suami-istri akan selalu berusaha mempertahankan
nikmat kebahagiaan seperti yang pernah dirasakan pada awal-awal pernikahannya.
DAPAT
dipastikan setiap kita mengharapkan kebahagiaan dalam hidupnya. Termasuk ibadah
di bulan Ramadan yang kita lakukan ini, tentu semata-mata untuk meraih
kebahagiaan hidup di dunia dan akherat. Sehingga pantas bila Syaikh Syarbashi
pernah berkata, “Semua manusia yang hidup di dunia ini berlomba-lomba mencari
kebahagiaan dan ingin bisa meraihnya walaupun dengan harga yang tinggi.”
Demikian pun dengan pasangan suami-istri akan selalu berusaha mempertahankan
nikmat kebahagiaan seperti yang pernah dirasakan pada awal-awal pernikahannya.
Mengapa
spirit kebahagiaan ini harus terus kita tanamkan sejak awal pernikahan? Karena
ada orang yang berpendapat kebahagiaan dalam ikatan rumah tangga itu hanya akan
berlangsung seumur jagung. Bagian lain beranggapan, keindahan dan kebahagiaan
cinta pernikahan tersebut hanya dirasakan pada saat-saat awal, pertengahannya adalah
membosankan dan selanjutnya menyakitkan. Apakah betul demikian?
Ya,
pada sebagian orang keadaan seperti itu, mungkin memang benar adanya. Bagi
golongan ini, kebahagiaan rumah tangga yang awet dan tahan lama, kelihatannya
benar-benar susah direalisasikannya. Namun, tentu berbeda bagi orang-orang yang
orentasi cintanya benar-benar telah terpelihara dengan baik dalam hidup
keseharian pernikahannya. Yakni, dialah orang-orang yang punya visi kalau
kebahagiaan itu harus dinikmati secara bersama-sama dan bukan hanya untuk diri
sendiri. Hal ini, sejalan dengan apa yang dikatakan F. Emerson Andrews, “Kebahagiaan,
sebagaimana dikatakan sangat jarang dimiliki oleh orang yang mencarinya atau
orang yang mencari kebahagiaan untuk diri mereka sendiri.”
Lalu,
bagaimana agar kebahagiaan itu selalu ada dalam gengaman rumah tangga kita?
Inilah tugas berat dalam membangun rumah tangga. Walau demikian, bukan berarti
kita tidak bisa meraihnya. Sebab, sejatinya kebahagiaan dan ketidakbahagiaan
manusia itu tergantung pada diri sendiri. Andy Stevenio, mengungkapkan kalau
kebahagiaan itu tidak terletak pada apa yang kita makan, apa yang kita pakai
dan berada di mana, tetapi kebahagiaan ada pada pikiran kita.
Untuk
itu, langkah pertama yang harus kita bangun agar kebahagiaan dalam keluarga
tidak layu adalah kita harus berpikir positif tentang kebahagiaan itu sendiri.
Artinya kebahagiaan itu merupakan realisasi apa yang kita pikirkan. Makanya
kita harus hati-hati dengan apa yang terbesit dalam pikiran kita. Emosi positif
ini akan mempengaruhi kualitas kehidupan seseorang.
Kedua,
memaknai hidup secara benar. Artinya agar kebahagiaan ini tidak layu, maka kita
mesti memperhatikan dan sadar betul akan tujuan pernikahan yang kita bangun.
Dengan memaknai tujuan pernikahan, maka akan memberi kekuatan yang besar dalam
merangkai kehidupan keluarga yang harmonis. Bukankah pernikahan itu disatukan
dengan suatu perbedaan. Jadi, visi kebersamaan membangun kebahagiaan inilah
sesungguhnya yang merupakan daya rekat dari suatu pernikahan. Untuk itu, terus
sirami akar kebahagiaan ini dengan saling memberi dan menerima kekurangan
pasangan kita secara tepat.
Ketiga,
mengamalkan hak dan kewajiban suami-istri. Perilaku ini merupakan pupuk yang
menyuburkan pohon pernikahan dan tentu berbuah kebahagiaan. Pokoknya, hak dan
kewajiban suami-istri ini harus kita realisasikan dalam keseharian. Inilah sesungguhnya
wujud dari perilaku memberi dan menerima di antara pasangan suami-istri.
Keempat,
hiasilah kehidupan rumah tangga ini dengan sifat-sifat qana’ah, keikhlasan dan ketakwaan. Ketiga sifat itu merupakan satu
paket yang harus terus kita bangun dalam kehidupan keseharian rumah tangga
kita, karena hal inilah yang akan mengantarkan kita pada kebahagiaan dan
kemuliaan yang sejati. Kita tahu, qana’ah
ini adalah suatu sifat atau tabiat yang tumbuh dalam diri dan jiwa manusia yang
diolah melalui pikiran dan akal untuk menerima segala nikmat Allah dengan
senang hati penuh rasa syukur. Artinya, kita harus selalu mensyukuri apa yang
telah ada dalam diri dan pasangan kita. Syukur yang dilandasi dengan nilai
ketakwaan, dan sambil selalu berusaha mengembangkan kelebihan kita
masing-masing secara ikhlas tentunya.
Akhirnya, bila perjalanan hidup keluarga kita mendekati
kebahagiaan, sesuai teori psikologi maka seluruh tanda-tanda kehidupan, baik secara
fisik, pikiran, emosi dan tingkah lakunya akan mencerminkan kedamaian.
Sebaliknya bila perjalanan hidup bergerak menjauhi kebahagiaan, maka seluruh
keberadaan dirinya akan dicekam ketakutan dan kecemasan. Untuk itu agar
“tanaman kebahagiaan” ini tidak layu dan mengering, maka harus disirami setiap
hari dengan sikap dan tindakan saling memberi di antara suami-istri. Semoga! ***
Bagaimana menurut Anda?
Bagaimana menurut Anda?
Arda Dinata, pendiri Majelis Inspirasi Alquran dan Realitas Alam/ MIQRA Indonesia, www.miqraindonesia.com
Pusat Pustaka Ilmu, Inspirasi dan Motivasi Menjadi Orang Sukses
Jl. Raya Pangandaran Km. 3 Kec. Pangandaran - Ciamis Jawa Barat 46396
http://www.ardadinata.web.id