Oleh Arda Dinata
SUARA itu menghinoptis banyak orang. Suaranya lembut namun bertenaga. Kadang-kadang penuh semangat bergelora. Orang-orang yang terlibat dalam obrolan di kereta api jurusan Semarang-Bandung itu terkesima mengikuti kata-kata yang keluar dari mulut kakek paruh baya itu.
Dari bahasa tubuhnya, kakek itu memang lelaki yang mampu memotivasi lawan bicaranya. Hal ini terlihat dari gaya bicara, rangkaian tutur katanya yang selalu menyemangati dan berfikir positif. Aku mendapati orang-orang di sekeliling kakek itu pada manggut-manggut tanda setuju. Suasana seperti ini, aku nikmati sepanjang perjalanan menuju Kota Bandung. Orang-orang di kereta itu dan seperti halnya aku kelihatan tidak berasa terganggu dengan bunyi-bunyi yang tidak dikehendaki di kereta api.
"Ada pepatah bijak yang bisa kita renungkan dalam menjalani hidup ini," tutur kakek pemilik jenggot yang sedikit memutih itu tiba-tiba.
"Pepatah apa kakek....?" tanya seorang pemuda di sebelahku penuh penasaran.
Kakek itu akhirnya merespon pertanyaan pemuda yang kelihatannya seorang mahasiswa dilihat dari bawaan yang dibawanya.
"Orang lemah yang optimis, lebih baik daripada orang yang mampu namun pesimis. Optimis terkadang mengubah kelemahan menjadi sebuah kekuatan."
Aku begitu termotivasi mendengarnya. Seperti juga mungkin orang-orang di sekeliling kakek itu yang merasa tersadar karena sering mengeluh dalam hidupnya.
"Makasih kakek atas kata-kata dan petuah bijaknya....!" ucap batin hatiku sambil membetulkan posisi dudukku.
Aku harus optimis menjalani hidup ini, seperti kata-kata bijak kakek itu. Optimsme akan menjadi kekuatan atas kelemahan-kelemahanku. Besok harus lebih baik dari sekarang.
"Ah.....dompetku mana? Hilang euy....??!!!!" aku tersadar ketika tangan kananku meraba kantong celana bagian belakang jins biru yang aku kenakan.***
Semarang, 8 Juli 2011: 9:15
Bagaimana kawan, dompet optimismu?