- / / : 081284826829

Perkawinan Berkalung Pahala



PERKAWINAN itu membahagiakan dan bertabur pahala bagi mereka yang mampu mengelolanya dengan baik. Rasulullah mengatakan, “Perkawinan adalah ibadah. Bila dilakukan dengan baik, ikhlas dan setia akan mendapatkan pahala dari Allah SWT.” (H.R. Bukhari).

Sungguh indah pesan Rasulullah itu dan tentunya menjadi sebuah motivasi luar biasa dalam membangun bahtera kehidupan rumah tangga yang membahagiakan di dunia dan akherat. Inspirasi dari hadis tersebut, saya menyebutnya dengan perkawinan berkalung pahala. Sebab, kita tahu, umumnya kalung itu akan selalu ada dalam leher si pemiliknya. Artinya, agar pahala perkawinan senantiasa mengalir dalam rumah tangga kita, maka perkawinan ini harus dilakukan dengan baik, ikhlas dan setia. Pertanyaannya adalah bagaimana caranya dalam membangun perkawinan yang baik, ikhlas dan setia itu?

Dalam kesempatan ini, saya hanya menguraikan syarat pertama dari ketiga syarat agar sebuah perkawinan itu berkalung pahala yaitu lakukanlah perkawinan dengan baik. Sebetulnya berbuat baik itu harus kita lakukan di mana pun, tidak hanya dalam kehidupan perkawinan. Bukankah, budi pekerti yang baik itu merupakan amalan mulia yang berbuah pahala. Terkait ini, Ali bin Abi Thalib, mengungkapkan bahwa budi pekerti yang mulia ada sepuluh: dermawan, malu, jujur, menyampaikan amanat, rendah hati (tawadu), cemburu, berani, santun, sabar, dan syukur.

Kalau kita aplikasikan pernyataan Ali bin Abi Thalib tersebut dalam bidang perkawinan, maka untuk mencapai perkawinan yang baik dan mulia syaratnya adalah dalam perkawinan itu harus memiliki perilaku: dermawan, malu, jujur, menyampaikan amanat, rendah hati (tawadu), cemburu, berani, santun, sabar, dan syukur dari tiap pasangan.

1.      Dermawan dalam perkawinan. Perilaku dermawan ini akan melahirkan rasa senang di antara pasangan perkawinan. Sebab, selain tercukupinya kebutuhan ekonomi rumah tangga, perilaku ini juga akan membuat kehidupan rumah tangga memiliki jiwa sosial yang tinggi dan melahirkan sikap keterbukaan di antara pasangan perkawinan.

2.      Malu dalam perkawinan. Rasa malu merupakan benteng keimanan. Sikap inilah yang akan mengawal perilaku tiap pasangan agar kehidupan perkawinannya tetap berada dalam rel yang benar. Untuk itu, bangunlah rasa malu dalam diri masing-masing pasangan agar selalu melakukan hal-hal terbaik dalam perkawinannya. Sebab, rasa malu yang dibalut dengan keimanan ini akan menjadi benteng bangunan keharmonisan sebuah perkawinan.

3.      Jujur dalam perkawinan. Tiap pasangan perkawinan hendaknya selalu menjaga nilai kejujuran dalam perilaku kesehariannya. Kejujuran inilah yang akan menjadikan kokohnya sebuah perkawinan. Tanpa kejujuran, jangan harap keharmonisan perkawinan itu tercipta langgeng. Buktinya, sekali kita berperilaku tidak jujur maka kita akan menutupinya dengan ketidak jujuran berikutnya.

4.      Menyampaikan amanat dalam perkawinan. Dalam perkawinan kita telah diikat sebuah janji perkawinan. Janji adalah sebuah amanat yang harus dijaga dengan baik. Sehingga agar perkawinan menjadi baik, maka tiap pasangan harus menjaga dan menyampaikan amanat yang kita terima itu dengan baik. Bila amanat perkawinan tidak dapat tertunaikan dengan baik, maka jangan harap perkawinan itu berjalan harmonis. Kondisi perkawinan yang dikhianati itu, boro-boro akan mendapatkan pahala, malahan justru sebaliknya bisa berujung malapetaka hancurnya sebuah perkawinan.

5.      Rendah hati dalam perkawinan. Perilaku rendah hati ini akan menentramkan hati pasangan kita. Untuk itu, jaga dan bina selalu perilaku rendah hati ini dalam kehidupan perkawinan, sehingga pasangan kita semakin menjadi lengket dan selalu ingin dekat karena kebaikan akhlak yang kita pancarkan. Bukan malah sebaliknya, perilaku kita begitu keras kepala, tidak ramah dan tidak saling menghargai pasangan. Perilaku seperti inilah justru yang akan melahirkan ketidak harmonisan. Jadi, jauhilah perilaku jelek tersebut dalam perkawinan kita.

6.      Cemburu dalam perkawinan. Adanya rasa cemburu dalam perkawinan ini sejatinya bukan merupakan sebuah “malapetaka”. Sebab, cemburu merupakan pertanda bahwa pasangan kita sangat menyayangi kita. Untuk itu, cemburulah secara benar dan hendaknya kita pun menyikapi rasa cemburu itu secara sehat. Ungkapkanlah rasa cemburu kita dengan niat tidak menyalahkan pasangan kita, tapi tujuan kita ingin mencari jalan keluar terbaik terhadap masalah perasaan cemburu yang ada dalam hati. Lakukanlah dialog dari hati ke hati secara bijaksana dan mintalah pertolongan pada Allah. Kalau kita bisa menyikapinya secara bijaksana, justru adanya rasa cemburu ini akan melahirkan rasa cinta yang lebih dari sebelumnya.

7.      Berani dalam perkawinan. Untuk mencapai perkawinan yang baik dan mulia, maka tiap pasangan harus memiliki rasa berani bahwa diri kita dan pasangan mampu menciptakan dan mewujudkan sebuah perkawinan yang baik. Jadi, intinya tiap pasangan haruslah siap secara lahir dan batin. Adanya rasa berani ini, tentu mengandung konsekuensi tiap pasangan harus mempersiapkan keilmuan tentang mengisi perkawinan ini secara benar. Misalnya tentang ilmu cara membahagiakan pasangan; mengetahui hak dan kewajiaban pasangan; membangun keluarga dengan sukses lahir maupun batin; dan lainnya.

8.      Santun dalam perkawinan. Perkawinan itu menyatukan sifat dan karakter yang berbeda dari tiap pasanagan. Di sinilah diperlukan adanya ilmu dan seni dalam menata sebuah rumah tangga. Untuk menyatukan bangunan tersebut, maka sikap santun dalam perkawinan tentu menjadi hal yang harus dilakukan oleh tiap pasangan. Sikap santun dalam perkawinan akan melahirkan sikap saling menghargai, berusaha tidak menyinggung perasaan pasangan, saling tatali asih dalam membangun ikatan rumah tangga, dan saling menyemangati pasangan kita.

9.      Sabar dalam perkawinan. Sabar adalah tali perekat yang akan mengkokohkan ikatan sebuah perkawinan. Agama mengajarkan bila kita dihadapkan dalam suatu masalah, maka kita dianjurkan untuk selalu bersabar. Demikian pun dalam perjalanan sebuah perkawinan diperlukan kesabaran yang berlebih agar biduk perahu perkawinan ini tidak rapuh. Untuk itu, dalam perkawinan kita harus menerima kelebihan dan kekurangan dari tiap pasangan kita. Hiduplah saling melengkapi dari kondisi kekurangan dan kelebihan pasangan kita karena sikap inilah yang akan menjadikan indahnya bangunan dan harmonisnya sebuah rumah tangga.

10.  Bersyukur dalam perkawinan. Barang siapa yang bersyukur, maka janji Allah nikmat kita akan ditambah. Jadi agar perkawinan kita baik, maka banyak-banyaklah bersyukur atas keadaan yang ada dalam hidup perkawinan Anda. Dan tentunya sambil terus berusaha melakukan yang terbaik dalam membangun kehidupan perkawinan. 

WWW.ARDADINATA.COM