Zakat Dalam Mengatasi Kemiskinan
Oleh ARDA DINATA
http://www.infozakat.com/kontes
“Resep untuk memperbaiki kualitas kehidupan bangsa adalah bergerak dalam kebaikan. Dan ibadah haji merupakan ibadah bergerak.”
(Drs.H.Ahmad Yani).
UNGKAPAN dari ketua Lembaga Pengkajian & Pengembangan Dakwah (LPDD) Khairu Ummah, Drs.H. Ahmad Yani, di atas, tentu memiliki keterkaitan yang erat dalam rangka mengurai benang kusut dari fenomena kemiskinan yang mendera masyarakat Indonesia.
Melalui tulisan ini, penulis mencoba mediskusikan dan mencari jalan keluar tentang kemiskinan itu. Lebih-lebih ritual dari ibadah haji itu banyak mengandung hikmah yang dapat kita aplikasikan dalam mengatasi beban kemiskinan di negeri ini. Intinya bagimana kita seharusnya bergerak dalam mengatasi berbagai kemiskinan saat ini?
Setiap kita, tentu setuju kalau ibadah haji merupakan ibadah bergerak. Bukti bergeraknya ibadah haji ini dapat digambarkan seperti berikut: para jamaah haji bergerak dari rumahnya menuju ke asrama haji. Kemudian, para jamaah harus bergerak lagi menuju bandara. Sesudah naik pesawat, mereka diterbangkan menuju bandara King Abdul Aziz, Jedah. Dari sini harus bergerak lagi menuju Madinah bagi jamaah gelombang pertama, untuk selanjutnya menuju Makkah.
Sementara itu, untuk jamaah gelombang kedua, setelah berihram dari Jeddah langsung ke Makkah. Di sana, jamaah langsung menunaikan umrah hingga tahallul. Selama beberapa hari di Makkah, para jamaah sudah harus bergerak lagi untuk melaksanakan puncak ibadah haji. Mereka harus bergerak lagi menuju Arafah untuk wuquf, dan malam hari menuju Muzdalifah untuk mabit dan mengumpulkan batu.
Baru, keesokan harinya melontar di Mina, tawaf ifadhah di Makkah kembali lagi ke Mina untuk melontar hingga selesai. Lalu, kembali lagi ke Makkah untuk bersiap meninggalkan Makkah menuju tanah air. Sebelum meninggalkan Makkah, para jamaah bergerak lagi untuk melakukan tawaf wada, yakni tawaf perpisahan dengan ka’bah.
Pelajaran bergerak
Dalam rangkaian ibadah haji, menurut Ahmad Yani, kita bisa mengambil pelajaran bahwa setiap muslim –apalagi mereka yang sudah haji— seharusnya mau bergerak untuk memperbaiki keadaan. Setiap muslim harus bergerak mencari nafkah dan mencari ilmu, bergerak untuk menyebarkan, menegakkan dan memperjuangkan nilai-nilai kebenaran, bergerak untuk memberantas kemaksiatan dan kemungkaran.
Dalam konteks kemiskinan, hal tersebut berarti seorang muslim jangan sampai diam saja (pasif) menerima kenyataan yang tidak baik, apalagi bila itu berarti berserah diri kepada Allah atas apa yang akan diperoleh sesudah berusaha secara maksimal.
Dengan lain perkataan, pelajaran ibadah haji ini salah satunya adalah dapat menumbuhkan dan memantapkan rasa solidaritas sosial dengan sesama. Sehingga diharapkan kesenjangan sosial antara yang mampu dengan yang kurang mampu bisa dijembatani. Sehingga sangatlah tepat, bila ritual ibadah qurban dalam rangkaian ibadah haji itu merupakan sarana bagi si miskin untuk mencicipi sebagian kecil harta orang–orang kaya.
Lebih lengkap lagi, dalam memaknai kegiatan bergerak dalam kebaikan untuk mengatasi kemiskinan, Dr. Yusuf Qardhawi dalam bukunya Musykilatul Fakri Wa Kaifa 'Aalajahal Islam menyebutkan ada enam kiat yang harus dilakukan kaum muslimin untuk mengatasi kemiskinan. Pertama, bekerja. Bekerja merupakan keharusan mutlak yang harus dilakukan oleh seorang muslim guna memperoleh rizki yang telah disediakan Allah Swt, bahkan kalau perlu, seorang muslim berjalan ke berbagai penjuru dunia ini dan meraih rizki yang halal.
Pokoknya, bekerja adalah senjata utama untuk memerangi kemiskinan, modal pokok dalam mencapai kekayaan dan faktor dominan dalam menciptakan kemakmuran dunia. Ini berarti seorang muslim harus memiliki ilmu dan keterampilan agar dia bisa bekerja dan membuka lapangan pekerjaan serta menumbuhkan pada dirinya semangat untuk bekerja.
Kedua, mencukupi keluarga yang lemah. Pada dasarnya mengatasi kemiskinan adalah dengan bekerja dan berusaha. Tapi pada masyarakat kita begitu banyak orang yang tidak bisa bekerja, bukan karena mereka malas bekerja dan berusaha, tapi karena mereka adalah orang-orang yang lebih yang kebutuhannya harus dipenuhi oleh anggota keluarganya yang lain dan masyarakat muslim. Mereka itu adalah janda yang ditinggal mati suaminya tanpa ditinggalkan harta yang cukup, anak-anak kecil yang yatim sehingga mereka belum bisa mandiri, orang-orang yang sudah lanjut usia, orang yang berpenyakit menahun, orang yang cacat dan sebagainya.
Ketiga, zakat. Zakat merupakan kewajiban yang harus ditunaikan oleh kaum muslimin. Kewajiban zakat sama kedudukannya dengan kewajiban shalat, karenanya dalam banyak ayat dan hadits perintah shalat dirangkai dengan perintah zakat yang berarti seorang muslim tidak sempurna keislamannya tanpa menunaikan keduanya.
Keempat, dana bantuan perbendaharaan Islam. Qardhawi menjelaskan bahwa mengatasi kemiskinan juga bisa dengan dana bantuan Islam yang berasal dari berbagai sumber yang diperoleh baitul maal. Karena itu kekayaan-kekayaan umum pada suatu negara harus diarahkan untuk mengatasi kemiskinan dan karenanya dia tidak boleh dikuasi oleh satu atau sekelompok orang untuk kepentingan mereka. Oleh karena itu, negara dan lembaga-lembaga Islam harus mengupayakan dapat mengatasi kemiskinan dengan berbagai cara dengan memanfaatkan potensi harta negara yang ada.
Kelima, keharusan memenuhi hak selain zakat. Disamping zakat, masih ada pengeluaran seorang muslim yang harus dilakukan dalam upaya mengatasi kemiskinan dalam kaitannya dengan hubungan tertentu dengan sesama muslim. Misalnya: kewajiban membantu tentangga miskin; ibadah qurban pada hari raya Idul Adha yang dagingnya dibagikan kepada mereka yang miskin; mengeluarkan kafarat, fidyah, dan melakukan al hadyu (berqurban karena pelanggaran dalam ibadah haji).
Keenam, shadaqah suka rela dan kebajikan individu. Selain kewajiban-kewajiban dalam kaitan harta yang harus ditunaikan oleh seorang muslim, untuk mengatasi kemiskinan, Islam juga memberikan rangsangan kepada kaum muslimin untuk memiliki akhlak yang agung yang dalam hal dermawan dan murah hati. Di antara bentuk-bentuknya adalah waqaf dan hibah terhadap harta yang dimilikinya seperti kendaraan, tanah, rumah dan sebagainya.
Dari berbagai kegiatan bergerak dalam kebaikan mengatasi kemiskinan seperti digambarkan di atas, tentu sedikit banyak hal itu akan berdampak pada penurunan jumlah angka kemiskinan yang ada di negeri ini. Untuk itu, mari mulai sekarang setiap komponen bangsa bergerak menggelorakan kebaikan dan kebenaran.
Terkait dengan presfektif mengatasi kemiskinan di Indonesia, apa yang diungkapkan Irfan Syauqi Beik, mahasiswa S2 jurusan Ekonomi Islam, International Islamic University Islamabad, Pakistan, tentu juga sangat relevan untuk diterapkan. Adapun langkahnya, antara lain berupa: Pertama, membangun sistem pemerintahan yang bersih dan berwibawa. Ini adalah prasyarat utama di dalam melakukan upaya perbaikan ekonomi. Kedua, membangun institusi zakat, infak, dan shadaqah yang kuat, amanah, dan profesional. Ketiga, membangun sistem perekonomian yang bebas bunga. Institusi-institusi ekonomi seperti perbankan, asuransi, koperasi, pegadaian, dll., haruslah bebas dari perhitungan unsur bunga.
Keempat, memberi masyarakat kesempatan untuk mengakses secara langsung pada pengelolaan dan pemanfaatan kekayaan alam, dan mencegah praktek-praktek monopoli dan diskriminasi yang merugikan. Kelima, dalam upaya mengentaskan kemiskinan, pemerintah harus memberikan garansi sosial untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Jaminan sosial ini diberikan terutama kepada kelompok masyarakat yang kurang mampu. Keenam, pemerintah harus berani mengambil jarak dengan berbagai kekuatan donasi internasional, terutama IMF, dan menolak segala intervensi yang dilakukan.
Akhirnya, dengan memahami makna dan symbol ibadah haji kita tentu dituntut untuk mampu mengatasi problema kemiskinan. Di sini, kuncinya ada pada kemauan dari setiap anak bangsa untuk selalu berusaha bergerak mengatasi segala hal yang menyebabkan terjadinya kemiskinan itu sendiri. Sementara bagi pemerintah, kiranya bisa mencontoh keberhasilan khalifah Umar bin Abdul Aziz dalam mengentaskan kemiskinan, yaitu berupa kemampuannya didalam mengelola dan memanfaatkan dana zakat untuk masyarakat. Jadi, sebenarnya apa yang kurang dari potensi umat yang besar ini dalam mengatasi kemiskinan? Wallahu’alam.***
ARDA DINATA, Pendiri Majelis Inspirasi Alquran dan Realitas Alam (MIQRA) Indonesia.
http://www.infozakat.com/kontes
http://www.infozakat.com/kontes