Oleh: Arda Dinata*)
Judul Buku:
Pedoman Tata Laksana Kasus dan Pemeriksaan Laboratorium Japanese Encephalitis di Rumah Sakit
Penulis:
Rumah Sakit Infeksi Prof. Dr. Sulianti Suroso
Penerbit:
Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan Departemen Kesehatan R.I.
Tahun Terbit:
2007
Jumlah Halaman:
46 + vi JE [Japanese Encephalitis] adalah penyakit virus yang penyebarannya berkaitan erat dengan keadaan lingkungan. Penyakit ini ditemukan hampir di seluruh wilayah Asia, dari Asia Timur (Jepang, Korea); Asia Selatan (India, Srilangka); Asia Tenggara (termasuk seluruh kepulauan Indonesia), dan bahkan sampai ke negara bagian Northern Territory di Australia.
Penyakit JE ini termasuk Arbovirosis (Arthropoda Borne Viral Disease) yaitu penyakit yang disebabkan oleh virus dan ditularkan oleh Artropoda. Di sini, yang jelas dalam perjalanan penyakit Arbovirosis, diperlukan reservoir (sumber infeksi) dan vector.
Adapun sebagai vector penyebar virus JE adalah nyamuk yang biasa ditemukan di sekitar rumah, antara lain spesies Culex. Nyamuk ini umumnya menggigit pada sore dan malam hari. Lokasi daerah persawahan, yang terutama pada musim tanam selalu digenangi air, diduga berpengaruh pada endemis penyakit JE.
Lebih dari itu, di daerah urban nyamuk Culex ini dengan mudahnya dapat ditemukan di selokan dan air tergenang. Selain itu, pada musim hujan populasi nyamuk akan meningkat, sehingga menyebabkan transmisi penyakit. Hal ini dibuktikan oleh Simanjuntak G (2004) pada penelitiannya menyebutkan bahwa satu dari dua orang Indonesia memiliki antibodi terhadap penyakit JE.
Lebih jauh, kalau kita lihat ternyata nyamuk Culex ini merupakan jenis nyamuk antrozoofilik yang tidak hanya menghisap darah binatang, tapi juga darah manusia. Oleh karena itu, melalui gigitan nyamuk Culex dapat terjadi penularan penyakit JE dari hewan ke manusia. Jadi, manusia ini merupakan dead end host untuk penyakit JE. Artinya, manusia tidak akan menjadi sumber penularan penyakit ini bagi mahluk lain.
Berbicara masalah penyakit JE, yang harus diingat adalah selain nyamuk itu sendiri yang berperan pada penyebaran penyakit JE, juga untuk terjadinya infeksi JE pada manusia diperlukan hewan lain sebagai penjamu (host) yang dijadikan tempat berkembangbiaknya virus sebelum masuk ke dalam tubuh manusia.
Babi adalah sebagai salah satu hewan penjamu virus JE. Babi ini merupakan amplifier terbaik bagi perkembangbiakan virus JE, meskipun banyak jenis hewan lain yang dapat menjadi penjamu. Fakta ini dibuktikan dengan ditemukannya antibodi terhadap JE pada sapi, kerbau, kuda, kambing, domba, anjing, kucing, maupun unggas. Kasus penyakit JE ini dapat menyerang manusia pada semua umur, namun angka kejadian pada anak lebih tinggi daripada orang dewasa.
Buku ini wajib dibaca bagi mereka yang bergelut dalam bidang pemberantasan vector, terutama penyakit JE, karena di dalam buku ini dibahas tentang berbagai hal terkait dengan penyakit JE.
Sistimatika penulisan buku ini secara umum dibagi menjadi sembilan bagian, diantaranya membahas tentang: epidemiologi JE (biak etimologi, vector penularan, dan siklus penularannya); patogenesis dan manifestasi klinis; masalah diagnosa dan tata laksananya; dan upaya pencegahan serta pencatatan dan pelaporan kasus JE.
Untuk itu, tidak berlebihan bila dikatakan buku ini sangat berguna dan memberikan pencerahan kepada pembaca tentang penyakit JE, apalagi di tengah-tengah minimnya referensi penyakit JE dalam versi bahasa Indonesia. Selamat membaca! ***