ADAKAH
yang lebih jujur dari kata hati, ketika ia menyadarkan kita tanpa
butiran kata-kata. Adakah yang lebih tajam dari mata hati, saat ia menghentak
kita dari beragam kesalahan dan kehilafan. Sungguh kondisi yang paling indah
dari seluruh putaran kehidupan ini, tidak lain saat di mana kita mampu secara
jujur dan tulus mendengar suara hati.
Berselancar di Dunia Hati (1)
Oleh
Arda Dinata
Hati sendiri pada dasarnya merupakan tunas dari kedamaian. Dr.
Ahmad Faried, menggambarkan bahwa hubungan hati dengan organ-organ tubuh
lainnya, laksana raja yang bertahta di atas singgasana yang dikelilingi para
punggawanya. Seluruh anggota punggawa bergerak atas perintahnya. Dengan kata
lain, bahwa hati itu adalah sebagai remote control sekaligus pemegang
komando terdepan (utama). Karena semua anggota tubuh berada dibawah komando dan
dominasinya. Di hati inilah anggota badan lainnya mengambil keteladanannya,
dalam ketaatan atau penyimpangan.
Jadi, betapa pentingnya kedudukan hati ini dalam kehidupan
manusia. Namun, pertanyaannya adalah apakah kita selama ini telah “berselancar”
untuk betul-betul memahami dan memaknai keberadaan dunia hati ini?
Hati Fisik Dan Hati Ruhani
Bila kita “berselancar” di dunia hati, maka kita akan bersentuhan
dengan sesuatu yang berada di setiap sisi-sisi hati manusia tersebut, mulai
dari arti hati secara fisik sampai dengan bagian-bagian hati itu bila dilihat
secara ruhani, termasuk di dalamnya adalah segala organ tubuh yang sering
berhubungan dengan hati itu sendiri.
Berbicara hati (qalb, kalbu), tentu kita akan melihatnya
dari dua sudut kaca mata yang berbeda, yaitu hati fisik dan hati ruhani. Secara
fisik, hati ini bagi kebanyakan orang merupakan sepotong organ dalam tubuh
manusia yang terletak di bagian kiri dada dan sebagai sumber (pusat) roh. Dalam
satu keterangan disebutkan, kalau sepotong organ ‘daging’ itu berbentuk buah sanaubar
(berarti buah cemara atau sejenis dengan itu, mirip dengan jantung manusia.
Kata ini bila diindonesiakan menjadi ‘sanubari’ untuk menunjukkan perasaan hati
yang mendalam. Sebetulnya, terjemahan yang lebih tepat bagi kata qalb
ini dalam bahasa Indonesia adalah ‘jantung’). Dan secara teknis ilmu anatomi,
hati ini diartikan sebagai suatu bagian isi perut yang merah kehitam-hitaman
warnanya, terletak di sebelah kanan perut besar, gunanya untuk mengambil
sari-sari makanan di dalam darah dan menghasilkan empedu.
Kalau dilihat secara ruhani, hati (qalb, kalbu) adalah
hal-hal yang bersifat ruhani, rabbani non-inderawi yang tersimpan dalam nurani
manusia. Demikianlah yang dikatakan dalam Alquran, yaitu tempat bersemayam
iman, takwa, ihsan, dzikir, cinta, tentram dan lainnya. Selain itu, hati ini
merupakan tempat bersemayam kekufuran, nifak, riya, dengki, iri, benci, cemas,
dan lainnya.
Dalam bahasa lain, hati ini disebut sebagai sesuatu yang ada di
dalam tubuh manusia yang dianggap sebagai tempat (pusat) segala perasaan batin dan
tempat menyimpan pengertian-pengertian (perasaan-perasaan, dsb). Arti lainnya,
hati merupakan pusat pemahaman/internalisasi. Pusat Intutional Intelectual
(II). Pusat memori dari semua amal (baik-buruk). Indera perasaan (rasa
halus), untuk pencerapan hal yang abstrak. Indera hati (mata dan telinga hati),
untuk pencerapan alam gaib.
Bagaimana menurut Anda?
Arda Dinata, pendiri Majelis Inspirasi Alquran dan Realitas Alam/ MIQRA Indonesia, www.miqraindonesia.com