"Tidak semua orang berhasil membangun rumah tangga sejahtera dan bahagia. Tapi, Nabi Saw telah berhasil membangun rumah tangga bahagia itu dengan istrinya. Sikap Rasul terhadap istrinya tercermin dalam ungkapannya bahwa sempurna-sempurnanya iman seseorang mu’min ialah yang paling baik akhlaknya, dan sebaik-baiknya kamu adalah yang paling baik terhadap istrinya."
Pintu-Pintu Menjadi Keluarga Rasulullah (3)
Oleh: Arda Dinata
Untuk menjadi keluarga Rasulullah (baca:
menauladaninya), sebetulnya banyak pintu yang dapat kita lakukan. Kita bisa
mulai dari profesi/aktivitas yang sedang kita jalani.
Akhirnya, kita berdoa kepada Allah SWT, Ya
Allah, Engkau telah membaguskan kejadianku maka dari itu baguskanlah juga oleh
Engkau budi pekertiku (HR. Al-Hakim dan Baihaqi). Dan berilah kekuatan serta
kemampuan kepadaku untuk menauladani budi pekerti seperti keluarga Rasulullah.
Amin…. Wallahu a’lam.*** (Tamat)
Bagaimana menurut Anda?
Memang, Rasulullah itu meletakkan pribadinya kepada akhlak Alquran.
“Sesungguhnya aku (Muhammad) diutus untuk menyempurnakan akhlak.” (HR. Al-Hakim
dan Baihaqi). Jadi, Nabi Saw merupakan ikutan bagi seluruh umat manusia.
Perilaku Nabi sejak kecil sudah menampakkan sifat-sifat yang luar biasa. Mulai
menjadi penggembala yang baik dan setia, sampai menjadi pedagang yang baik dan
terpercaya, hingga menjadi kepala keluarga yang berhasil. Dan akhirnya jadi
pemimpin umat yang dicintai dan disegani oleh kawan dan lawan.
Keempat, sebagai Ulama dan Muballigh.
Nabi Saw merupakan
seorang Ulama yang tekun ibadah. Satu riwayat menyebutkan bahwa kaki beliau
pernah mengalami bengkak-bengkak disaat beliau banyak melakukan shalat dan
kholawat. Rasulullah selaku Muballigh yang lincah, tidak mengenal lelah. Satu
tablighnya yang terkenal di Thaif menjelang Isro dan Mi’raj, beliau telah
disambut dengan lemparan batu dan potongan besi oleh pemuda berandalan yang
dipersiapkan sehingga beliau luka parah. Dan pada saat Nabi Saw masih dihujani
batu dan potongan besi, beliau masih sempat berdoa, “Ya, Allah, jangan Kau turunkan
siksa kepada mereka yang melempariku. Sebab mereka bukan orang jahat, tapi
mereka orang yang belum tahu bahwa aku adalah Rasul-Mu. Tunjukkan mereka kepada
jalan-Mu yang benar dan ampunilah mereka serta sayangi mereka.” Hal ini,
menunjukkan kalau Nabi dalam berdakwah dihadapinya dengan sabar dan pemaaf.
Dakwah Rasul pun tidak hanya dengan lisan, melainkan juga melalui
tulisan, mengirim surat kepada raja-raja dan pejabat-pejabat negara yang
penting. Misalnya, raja Najasyi bernama Ashimah di Habsyi, raja Hiraqlius (raja
Rum), kedua-duanya menyambut baik surat Rasulullah itu. Justru yang disebut
pertama, ia langsung masuk Islam. Berbeda dengan raja Persi, ia menyambut surat
Rasul itu dengan kesombongan dan merobek-robek surat itu, tetapi akhirnya ia
menerima balasan dari Allah SWT, kerajaannya dikalahkan oleh kerajaan Romawi.
Sebaliknya pembesar Mesir bernama Muqauqis, telah membalas seruan Rasulullah
itu dengan baik dan mengiriminya berbagai hadiah.
Kelima, sebagai kepala keluarga.
Tidak semua orang berhasil membangun
rumah tangga sejahtera dan bahagia. Tapi, Nabi Saw telah berhasil membangun
rumah tangga bahagia itu dengan istrinya. Sikap Rasul terhadap istrinya
tercermin dalam ungkapannya bahwa sempurna-sempurnanya iman seseorang mu’min
ialah yang paling baik akhlaknya, dan sebaik-baiknya kamu adalah yang paling
baik terhadap istrinya. Sebaliknya Rasul pun mengajarkan kepada wanita
bagaimana seharusnya berlaku baik terhadap suami. Jika aku dibolehkan menyuruh
seseorang sujud terhadap orang lain pasti aku suruh seorang istri supaya sujud
terhadap suaminya (HR. Turmudzi).
Waktu mendidik anak, Nabi berpesan, didiklah anak-anakmu untuk bisa
melakukan shalat. Biasakan mereka melakukan kebaikan, sebab kebaikan itu
(karena) kebiasaan (HR. Baihaqi). Rasul pun di rumahnya bersikap seperti
layaknya orang kebanyakan. Beliau pernah menambal bajunya, memerah susu
kambingnya, dan mengerjakan sendiri pekerjaan rumahnya (HR. Ahmad dan
Tirmidzi). Namun, betapapun beliau sibuk dengan pekerjaan rumahnya, jika waktu
shalat beliau segera mngerjakan shalat berjamaah terlebih dahulu (HR. Muslim).
Sedangkan dalam mengatur rezeki Nabi berpesan, apabila kamu seorang yang fakir,
maka mulailah dengan dirimu sendiri. Jika ada kelebihan, maka berikanlah kepada
keluargamu. Dan jika masih berlebihan maka berikanlah kepada kerabat. Dan jika
masih berlebih juga maka bersedekahlah kepada siapa yang engkau kehendaki (HR.
Ahmad & Muslim).
Keenam, sebagai anggota masyarakat. Nabi Saw selaku
anggota masyarakat, juga telah banyak mengajarkan bagaimana hidup sosial
bermasyarakat. Secara umum, Nabi Saw mengatakan, “Sebaik-baik manusia adalah
yang paling bermanfaat bagi manusia lainnya.” (HR. Muslim). Dalam hidup
bertetangga, Nabi mengingatkan, tidak masuk surga bagi orang yang tetangganya
tidak merasa aman karena ulah perbuatannya (HR. Muslim). Barangsiapa beriman
kepada Allah dan hari akhir, maka hendaklah dia berbuat baik kepada tetangganya
dan barangsiapa yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya, maka hendaklah
memuliakan tamunya (HR. Muslim).
Kita juga diajarkan untuk tidak sombong dan harus berteman karena Allah.
Nabi mengungkapkan, kesombongan ialah orang mendustakan kebenaran dan
menganggap remeh orang lain (HR. Muslim). Dalam hadis qudsi riwayat Thabrani,
Allah berfirman, “Mereka yang berteman satu sama lain karena Aku, berhak
memperoleh cinta-Ku dan mereka yang saling membantu antar sesamanya karena Aku,
berhak memperoleh cinta-Ku ….” Pokoknya, siapa yang melepaskan kesusahan
seseorang mukmin di dunia, maka Allah akan melepaskan kesusahannya di akhirat
kelak! Keimanan seseorang pun tidak diakui jika ia tidak sanggup mencintai
saudaranya sebagaimana ia mencintai dirinya sendiri (HR. Bukhari & Muslim).
Bagaimana menurut Anda?
Arda Dinata, pendiri Majelis Inspirasi Alquran dan Realitas Alam/ MIQRA Indonesia, www.miqraindonesia.com
Pusat Pustaka Ilmu, Inspirasi dan Motivasi Menjadi Orang Sukses
Jl. Raya Pangandaran Km. 3 Kec. Pangandaran - Ciamis Jawa Barat 46396
http://www.ardadinata.web.id