FILARIASIS merupakan istilah lain dari penyakit kaki gajah. Penyakit ini merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh infeksi cacing filaria yang ditularkan oleh berbagai jenis nyamuk.
Nyamuk adalah termasuk jenis serangga yang sebagian atau seluruh daur hidupnya berhubungan dengan air. Tepatnya, stadium pradewasa dari nyamuk (telur, jentik, dan pupa) berada di air, sedangkan masa dewasanya berada di luar perairan. Hebatnya lagi dari nyamuk ini, ia ternyata memiliki kesukaan berbeda-beda terhadap air. Ada nyamuk yang suka di air kotor, air tawar atau air payau yang jernih, dan ada pula yang suka di air yang keruh sebagai tempat berkembangbiaknya. Begitu pula dengan keadaan perairannya berbeda-beda. Ada yang banyak ditumbuhi tumbuhan air dan ada juga yang sedikit atau tidak ada sama sekali tumbuhan air.
Pertanyaannya adalah, apa hubungannya antara keberadaan tumbuhan air dengan keberadaan vektor filariasis itu? Dan bagaimana caranya untuk memberantas penyakit kaki gajah yang bikin ampun bagi penderitanya itu?
* *
SAAT ini, telah diketahui ada tiga spesies cacing filaria yang menyebabkan terjadinya penyakit kaki gajah, yaitu Wuchereria bancrofti, Brugia timori, dan Brugia malayi. Sementara itu, nyamuk yang dapat berperan sebagai vektor penular penyakit kaki gajah di Indonesia telah diketahui ada 23 spesies nyamuk dari genus Anopheles, Culex, Aedes, Armigeres, dan Mansonia.
Keberadaan beberapa jenis tumbuhan air tertentu di suatu perairan erat kaitannya dengan keberadaan nyamuk sebagai tempat inangnya. Adalah nyamuk Mansonia sp. yang telur, larva dan pupanya tidak terlepas dari keberadaan tumbuhan air (tumbuhan inang) di perairan.
Menurut Hadi Suwasono (1996), telur Mansonia ditemukan melekat pada permukaan bawah daun tumbuhan inang dalam bentuk kelompok yang terdiri dari 10-16 butir. Telurnya berbentuk lonjong dengan salah satu ujungnya meruncing. Lalu, larva dan pupanya melekat pada akar atau batang tumbuhan air dengan menggunakan alat kaitnya. Alat kait tersebut, kalau pada larva terdapat pada ujung sifhon, sedangkan pada pupa ditemukan pada terompet. Sehingga, dengan alat kait itu, baik sifhon maupun terompet dapat berhubungan langsung dengan udara (oksigen) yang ada dijaringan udara tumbuhan air.
* *
KEBERADAAN tumbuhan air mutlak diperlukan bagi kehidupan nyamuk Mansonia, dan kita tahu bersama kalau spesies nyamuk ini merupakan salah satu vektor penularan dari penyakit kaki gajah. Adapun tumbuhan air yang dijadikan sebagai inang Mansonia sp., antara lain eceng gondok, kayambang, dan lainnya.
Akhirnya, untuk memberantas dan memutuskan penularan penyakit kaki gajah ini, selain melakukan pengobatan pada penderita juga perlu dilakukan pemberantasan vektor penyakitnya. Caranya, bisa dengan menggunakan insektisida atau secara tidak langsung dengan herbisida yang mematikan tumbuhan inangnya. Atau bisa juga secara mekanis melakukan pembersihan perairan dari tumbuhan air yang dijadikan inang oleh nyamuk Mansonia sp.**
Nyamuk adalah termasuk jenis serangga yang sebagian atau seluruh daur hidupnya berhubungan dengan air. Tepatnya, stadium pradewasa dari nyamuk (telur, jentik, dan pupa) berada di air, sedangkan masa dewasanya berada di luar perairan. Hebatnya lagi dari nyamuk ini, ia ternyata memiliki kesukaan berbeda-beda terhadap air. Ada nyamuk yang suka di air kotor, air tawar atau air payau yang jernih, dan ada pula yang suka di air yang keruh sebagai tempat berkembangbiaknya. Begitu pula dengan keadaan perairannya berbeda-beda. Ada yang banyak ditumbuhi tumbuhan air dan ada juga yang sedikit atau tidak ada sama sekali tumbuhan air.
Pertanyaannya adalah, apa hubungannya antara keberadaan tumbuhan air dengan keberadaan vektor filariasis itu? Dan bagaimana caranya untuk memberantas penyakit kaki gajah yang bikin ampun bagi penderitanya itu?
* *
SAAT ini, telah diketahui ada tiga spesies cacing filaria yang menyebabkan terjadinya penyakit kaki gajah, yaitu Wuchereria bancrofti, Brugia timori, dan Brugia malayi. Sementara itu, nyamuk yang dapat berperan sebagai vektor penular penyakit kaki gajah di Indonesia telah diketahui ada 23 spesies nyamuk dari genus Anopheles, Culex, Aedes, Armigeres, dan Mansonia.
Keberadaan beberapa jenis tumbuhan air tertentu di suatu perairan erat kaitannya dengan keberadaan nyamuk sebagai tempat inangnya. Adalah nyamuk Mansonia sp. yang telur, larva dan pupanya tidak terlepas dari keberadaan tumbuhan air (tumbuhan inang) di perairan.
Menurut Hadi Suwasono (1996), telur Mansonia ditemukan melekat pada permukaan bawah daun tumbuhan inang dalam bentuk kelompok yang terdiri dari 10-16 butir. Telurnya berbentuk lonjong dengan salah satu ujungnya meruncing. Lalu, larva dan pupanya melekat pada akar atau batang tumbuhan air dengan menggunakan alat kaitnya. Alat kait tersebut, kalau pada larva terdapat pada ujung sifhon, sedangkan pada pupa ditemukan pada terompet. Sehingga, dengan alat kait itu, baik sifhon maupun terompet dapat berhubungan langsung dengan udara (oksigen) yang ada dijaringan udara tumbuhan air.
* *
KEBERADAAN tumbuhan air mutlak diperlukan bagi kehidupan nyamuk Mansonia, dan kita tahu bersama kalau spesies nyamuk ini merupakan salah satu vektor penularan dari penyakit kaki gajah. Adapun tumbuhan air yang dijadikan sebagai inang Mansonia sp., antara lain eceng gondok, kayambang, dan lainnya.
Foto: physio-pedia |
Akhirnya, untuk memberantas dan memutuskan penularan penyakit kaki gajah ini, selain melakukan pengobatan pada penderita juga perlu dilakukan pemberantasan vektor penyakitnya. Caranya, bisa dengan menggunakan insektisida atau secara tidak langsung dengan herbisida yang mematikan tumbuhan inangnya. Atau bisa juga secara mekanis melakukan pembersihan perairan dari tumbuhan air yang dijadikan inang oleh nyamuk Mansonia sp.**
Arda Dinata,Arda Dinata adalah Peneliti Kesehatan dan Penulis Buku "BERSAHABAT DENGAN NYAMUK: Jurus Jitu Atasi Penyakit Bersumber Nyamuk."
Peneliti di Loka Litbang Pemberantasan Penyakit Bersumber Binatang (P2B2) Ciamis, Balitbang Kementerian Kesehatan RI.
Yayan Sofyan,
Dosen di Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan (STIKes) Bakti Kencana, Bandung.
Catatan: *) Artikel ini pernah dimuat koran Pikiran Rakyat Bandung edisi 9 Maret 2006.