Nilai
persatuan dan persaudaraan yang dikandung dalam ajaran Islam pun memang sungguh
luar biasa. Betapa tidak, bukti sejarah menuturkan atas nilai-nilai itu pula
yang menjadi titik tekan gerakan dakwah Rasulullah tatkala menginjakkan kakinya
di Madinah. Kaum Muhajirin asal Mekkah, dipersaudarakan dengan kaum Anshar
penduduk asli Madinah. Saat inilah, tercatat indahnya persatuan dan
persaudaraan (baca: kebersamaan) yang tidak ada duanya sepanjang sejarah.
Buktinya, bagaimana seorang muslim rela mengorbankan miliknya yang sangat ia
sukai, demi menyenangkan dan membahagiakan saudaranya.
Hikmahnya
bagi kita bahwa keindahan, kebahagiaan yang dirasakan kita adalah milik orang
lain juga, lebih-lebih ia seorang muslim. Atau keindahan, kebahagiaan orang
lain itu merupakan kebahagiaan milik kita juga. Sebaliknya sesuatu kesusahan
dan penderitaan orang lain itu, juga (secara tidak langsung) merupakan
penderitaan miliki kita. Islam sendiri mengajarkan, kalau umat Islam itu
seperti satu tubuh, bila bagian tubuhnya ada yang sakit, maka bagian tubuh
lainnya akan merasakannya.
Nabi
Muhammad saw sendiri sangat mencekam terhadap orang yang melakukan pemutusan
persaudaraan ini, seperti tergambar dalam kisah yang dituturkan Abdullah bin
Abi Awfa berikut ini.
Waktu
itu, kata Ibnu Awfa, kami sedang berkumpul bersama Rasulullah saw. Tiba-tiba beliau bersabda, “Janganlah
duduk bersamaku hari ini orang yang memutuskan persaudaraan” Segera seorang
pemuda berdiri meninggalkan majelis Rasul. Rupanya sudah lama ia bertengkar
dengan bibinya. Ia lalu minta maaf dan bibinya pun memaafkanya. Setelah itu,
barulah ia kembali ke majelis. Rasulullah kemudian bersabda, ”Sesungguhnya
rahmat Allah tidak akan turun kepada suatu kaum yang disitu ada orang yang
memutuskan persaudaraan.”
Perbuatan
memutuskan persaudaraan, ternyata merupakan amalan buruk yang jelas-jelas tidak
disukai Allah dan Rasul-Nya. Sebaliknya membina dan mempererat tali ukhuwwah
Islamiyah merupakan amalan mulia yang pasti diridhai-Nya. Inilah indahnya
kebersamaan.
Untuk
itu, moment yang terjadi di negara kita dan dunia yang telah menyadarkan kita
kembali, dan ini merupakan saat yang tepat bagi umat Islam untuk mengkokohkan
kembali ikatan ukhuwwah Islamiyah dikalangan umatnya. Yang belakangan ini belum
membuktikan secara nyata atas sejalannya dengan ajaran Islam.
Terwujudnya
ukhuwwah Islamiyah merupakan kunci bagi terbentuknya rahmat dan pertolongan
Allah SWT. Karena, bagaimanapun besarnya umat Islam secara kuantitatif, sama
sekali tak ada artinya. Ia benar-benar laksana buih di lautan yang sedemikian
mudahnya terombang-ambingkan riak-riak gelombang lautan, apalagi ia enggan
berpegang teguh pada tali Allah. Tepatnya, kita harus menegakkan konsep Ittihadul
Ummah (persatuan ummat).
Secara
demikian, upaya membangun indahnya kebersamaan, mengentas ukhuwwah merupakan
hal yang tidak bisa ditawar-tawar lagi. Lebih-lebih saat ini, tatkala umat
Islam di berbagai belahan bumi ini tengah berada dalam himpitan dan cengkeraman
kuku-kuku tajam kaum kafirin yang jelas-jelas selalu menampakkan ketidaksukaan
dan kebenciannya yang teramat sangat pada Islam dan umatnya.
Oleh
karena itu, ukhuwwah Islamiyah yang merupakan salah satu cita-cita realitas
sosial masyarakat muslim, cahaya Robaniah, dan nikmat-Nya yang diberikan kepada
hambanya harus segera kita wujudkan. Lantas, konsep apa yang mesti kita pilih
dalam membangun persatuan umat ini?
Berkait
dengan itu, Allah SWT menegaskan dalam firma-Nya, yang artinya: “Dan
berpeganglah kamu kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai berai,
dan ingatlah akan nikmat Allah ketika kamu dahulu (pada masa jahiliyah)
bermusuh-musuhan, maka Allah menjinakkan antara hatimu, lalu menjadilah kamu
karena nikmat Allah orang-orang yang bersaudara. Dan kamu telah berada di tepi
jurang neraka, lalu Allah menyelamatkan kamu dari padanya. Demikianlah Allah
menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu, agar kamu mendapat petunjuk.” (QS. Ali
Imran: 103).
Yang
pasti, ukhuwwah Islamiyah tumbuh dari akar akidah Islam. Akidah Islam akan
menumbuhkan tunas-tunas persaudaraan Islam. Sehingga tidak ada persaudaraan
(sejati), jika tanpa akidah atau keimanan (QS. Al Hujarat: 10). Ukhuwwah Islamiyah sendiri mempunyai peranan
penting dalam pembinaan masyarakat antara lain dalam hal-hal: meringankan beban
penderitaan orang lain, mempererat hubungan silaturahmi, memperkokoh persatuan,
dll.
Dengan
kesadaran yang hakiki, melalui mengukuhkan ukhuwwah Islamiyah, akan banyak
manfaat yang kita petik. Dr. Yusuf Qardhawie dalam bukunya Al-Mujtama’ul
Islami mengatakan bahwa ukhuwwah Islamiyah yang bercita-cita luhur itu
mampu melahirkan tiga hal penting, yaitu persamaan hak (al-Musawah), saling
membantu atau tolong menolog (at-Ta’awun), dan saling cinta mencintai
karena Allah (al-Hub Fillah).
Arda Dinata, pendiri Majelis Inspirasi Alquran dan Realitas Alam/ MIQRA Indonesia, www.miqraindonesia.com