Menyiasati Emosi Marah dalam Keluarga
Oleh: ARDA DINATA
KEHIDUPAN dalam keluarga yang terdiri atas ayah, ibu dan anak itu sangat berpeluang untuk tercetusnya emosi marah. Penyebabnya, bisa macam-macam. Mulai dari yang sepele sampai yang serius. Sebenarnya marah adalah reaksi emosional yang sangat wajar, seperti juga perasaan takut, sedih dan rasa bersalah. Hanya biasanya kemarahan itu memunculkan dampak langsung yang lebih merusak.
Menurut Heman Elia, seorang psikolog, menuntut agar anak tidak marah bukan saja tidak realistis, namun juga kurang sehat. Anak yang kurang mampu memperlihatkan rasa marah dapat menderita cacat cukup serius dalam hubungan sosialnya kelak. Ia mungkin tampak seolah tidak memiliki daya tahan atau kekuatan untuk membela diri dalam menghadapi tekanan sosial. Akibatnya, ia mudah terpengaruh dan mudah menjadi obyek manipulasi orang lain.
Dengan demikian, kita harus bersikap bijaksana dalam menyikapi kemarahan seorang anak. Caranya yaitu dengan membantu anak untuk menyatakan kemarahan secara wajar dan proposional. Heman Elia, menyarankan dalam mengajar anak mengungkapkan kemarahan haruslah dimulai sedini mungkin. Terutama sejak anak mulai dapat berkata-kata. Kuncinya adalah agar anak menyatakan kemarahan dalam bentuk verbal.
Yang jelas, pada saat marah menguasai seseorang, maka akan terjadi ketidak seimbangan pikiran manusia berupa hilangnya kemampuan untuk berpikir sehat. Atas alasan inilah, barangkali kenapa Sayyid Mujtaba M.L. mengungkapkan bahwa kejahatan merupakan perwujudan dari kepribadian yang tidak seimbang. Ketika seorang individu kehilangan pengawasan atas akalnya, maka ia juga akan kehilangan kendali atas kehendak dan dirinya sendiri. Manusia tersebut tidak hanya lepas dari kendali akal, tetapi juga kehilangan perannya sebagai unsur yang produktif dalam kehidupan dan pada gilirannya berubah menjadi makhluk sosial yang berbahaya.
Ada beberapa alasan, mengapa seseorang dianggap penting untuk mengendalikan marah dalam kehidupan kesehariannya, yaitu:
Pertama, marah menyebabkan tercela. Timbulnya sikap marah ini, biasanya akan melahirkan suatu perasaan menyesal setelah marahnya berhenti. Dr.Mardin menguraikan, seseorang yang sedang marah, apapun alasannya akan menyadari ketidak berartian hal itu segera setelah ia tenang, dan dalam kebanyakan kasus ia akan merasa harus meminta maaf kepada mereka yang telah ia hina. Untuk itu, tepatlah apa yang dikatakan Imam Ja’far Ash-Shadiq as, yaitu ”Hindarilah amarah, karena hal itu akan menyebabkan kamu tercela.”
Kedua, marah dapat membinasakan hati. Marah itu tidak lain merupakan salah satu penyakit hati yang kalau dibiarkan akan dapat merusak diri secara keseluruhan. Imam Ja’far Ash-Shadiq as berkata, “Amarah membinasakan hati dan kebijaksanaan, barangsiapa yang tidak dapat menguasainya, maka ia tidak akan dapat mengendalikan pikirannya.”
Ketiga, marah dapat merubah fungsi organ tubuh. Berkait dengan ini, Dr.Mann menyebutkan bahwa berdasarkan penyelidikan ilmiah mengenai pengaruh fisiologis akibat kecemasan (baca: marah-Pen) telah mengungkapkan adanya berbagai perubahan dalam seluruh anggota tubuh seperti hati, pembuluh darah, perut, otak dan kelenjar-kelenjar dalam tubuh. Seluruh jalan fungsi tubuh yang alamiah berubah pada waktu marah. Hormon adrenalin dan hormon-hormon lainnya menyalakan bahan bakar pada saat marah muncul.
Keempat, marah akan “mempercepat kematian.” Amarah yang terjadi pada seseorang akan mempengaruhi atas kualitas kesehatannya. Menurut para ahli kesehatan, amarah dapat menyebabkan kematian secara mendadak jika hal itu mencapai tingkat kehebatan tertentu. Imam Ali as pernah berkata, “Barangsiapa yang tidak dapat menahan amarahnya, maka akan mempercepat kematian.”
Berkait dengan pengendalian marah, secara umum seperti diungkap Drs. Karman ada empat kiatnya, yaitu:
Pertama, bila anda sedang marah maka hendaklah membaca “ta’awwudz” (mohon perlindungan) kepada Allah Swt, sebab pada hakekatnya perasaan marah yang tidak terkendali adalah dorongan setan. Nabi Saw bersabda, “Apabila salah seorang diantaramu marah maka katakanlah: ‘Aku berlindung kepada Allah,’ maka marahnya akan menjadi reda.” (HR. Abi Dunya).
Kedua, bila anda sedang marah maka berusahalah untuk diam atau tidak banyak bicara, sebagaimana sabda Nabi Saw, “Apabila salah seorang diantara kamu marah maka diamlah.” (HR. Ahmad).
Ketiga, bila anda sedang marah dalam keadaan berdiri maka duduklah, bila duduk masih marah maka berbaringlah. Hal tersebut ditegaskan oleh Nabi Saw, “Marah itu dari setan, maka apabila salah seorang di antaramu marah dalam keadaan berdiri maka duduklah, dan apabila dalam keadaan duduk maka berbaringlah.” (HR. Asy-Syaikhany).
Keempat, bila upaya ta’awwudz, diam, duduk, dan berbaring tidak mampu mengendalikan amarah anda, maka upaya terakhir yang bisa dilakukaan adalah dengan cara berwudhu atau mandi. Sebagaimana sabda Nabi Saw, “Sesungguhnya marah itu dari setan dan setan terbuat dari api. Dan api hanya bisa dipadamkan oleh air. Oleh karena itu, apabila seorang di antaramu marah maka berwudhulah atau mandilah.” (HR. Ibnu Asakir, Mauquf).
Arda Dinata adalah pendiri Majelis Inspirasi Alquran dan Realitas Alam (MIQRA) Indonesia, http://www.miqra.blogspot.com.