Silaturrahim adalah kata majemuk. Kata shilat artinya menyambung yang putus, sedangkan kata rahim berasal dari kata rahmah yang berarti kasih sayang. Dalam salah satu sabdanya, Rasulullah Saw memberikan pengertian silaturrahim yang bermakna rasa kasih sayang (rahmat). Sabda beliau: “Orang yang bersilaturrahim itu bukanlah orang yang membalas kunjungan atau pemberian, akan tetapi yang dimaksud dengan orang yang bersilaturrahim adalah orang yang menyambung orang yang memutuskan hubungan denganmu.”
Dalam suatu sumber disebutkan bahwa di antara sifat-sifat khusus orang mukmin adalah berhati yang hidup, tanggap, lembut dan penuh kasih sayang. Dengan hati inilah ia berkomunikasi dengan orang lain, masyarakat, dan lingkungannya. Ia akan terenyuh melihat yang lemah, pedih melihat orang yang sedih, dan santun kepada yang miskin serta mengulurkan bantuan kepada yang membutuhkan.
Kondisi yang demikian, tentu akan berdampak pada terhindarnya dari usaha untuk menyakiti orang lain. Apalagi melakukan kejahatan. Sebaliknya ia tentu akan menjadi sumber insiprasi dan teladan bagi kebaikan, keberuntungan dan kedamaian orang lain, masyarakat, dan lingkungannya.
Sementara itu, dalam kamus umum bahasa Indonesia, silaturrahim diartikan sebagai persaudaraan, persahabatan. Dari sini tentu masih bisa kita kembangkan menjadi berkunjung, mendatangi, mengeratkan tali kasih (termasuk berdoa), bahkan bisa diperluas lagi dengan saling berkomunikasi (tukar pikiran), curhat (menyampaikan isi hati), dan saling memaafkan.
Kegiatan silaturrahim ini akan terasa sekali pada awal-awal bulan Syawal atau sesudah Idul Fitri, bila kita bandingkan pada bulan-bulan yang lainnya. Padahal, seharusnya pemahaman silaturrahim dan perilaku silaturrahim itu tidak terbatas pada perbedaan bulan dan situasional. Setiap saat kita harus berusaha membangun dan melakukannya, karena aktivitas ini akan mendatangkan rahmat Allah yang tidak terkira.
Keterangan berikut ini setidaknya dapat meyakinkan kita tentang hal itu.
“Maukah kalian aku tunjukkan amal yang lebih besar pahalanya daripada shalat dan sahum?” tanya Rasulullah Saw kepada sahabat-sahabatnya.
Rasulullah kemudian menjelaskan, “Engkau damaikan yang bertengkar, menyambung persaudaraan yang terputus, mempertemukan kembali saudara-saudara yang terpisah, menjembatani berbagai kelompok dalam Islam, dan mengukuhkan ukhuwwah di antara mereka adalah amal shaleh yang besar pahalanya. Barangsiapa yang ingin dipanjangkan usianya dan dibanyakkan rizkinya, hendaklah ia menyambung persaudaraan.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Dalam konteks ini, bila kita menyikapi dan merenungi hadis tersebut, maka Islam telah lebih dulu memberikan kunci bagi mereka yang ingin dipanjangkan usianya dan dibayakkan rizkinya. Yakni dengan cara menyambung persaudaraan (baca: menjaling persahabatan hakiki-Pen). Lalu, bagaimana aplikasinya?
Ilmu barat mengatakan, “Inti dari hidup adalah bergerak.” Dengan demikian, siapa orangnya yang sering melakukan gerak, maka ia hidup. Sebab dengan melakukan gerak, tentu organ tubuh juga ikut bergerak. Dampaknya membuat jantung akan memompakan darah ke seluruh tubuh kita. Kaitannya dengan silaturrahim, maka orang yang sering melakukan aktivitas ini terhadap Sang Pencipta, orang lain, dan lingkungannya, maka ia akan melakukan gerak pada organ tubuhnya (baik fisik maupun psikisnya). Otomatis organ tubuhnya menjadi hidup, yang akhirnya berkorelasi kepada “dipanjangkannya” usianya. Artinya bukan jatah hidupnya yang telah ditentukan oleh-Nya menjadi ditambah, tetapi nama kita (dikemudian hari) walau telah meninggal dunia maka akan terus dikenang oleh orang lain karena kebaikan-kebaikan yang telah kita kerjakan.
Aktivitas silaturrahim ini, selanjutnya juga akan mendatangkan rizki yang tidak disangka-sangka kepada siapa pun yang melakukannya. Rizki yang bagaimana? Itu adalah hak perogatif Allah. Yang jelas dalam silaturrahim itu akan terjadi dialog, pembicaraan tentang sesuatu hal. Di sini, tentunya akan terjadi transper ilmu pengetahuan. Bukankah ini merupakan suatu rizki? Kemudian kita juga kadangkala dalam bersilaturrahim itu ada jamuan. Lalu, dari pertemuan santai itu juga ada yang berlanjut pada kesepakatan kerjasama untuk berusaha dan bisnis. Bukankah hal ini suatu rizki? Dan masih banyak lagi yang lainnya. Yang pasti, niatkan dalam hati kita dengan ikhlas mengharap ridha-Nya. Karena Allah Maha Tahu apa kebutuhan kita dan Allah Maha Kaya lagi tahu segala-galanya.
Lebih dari itu, aktivitas silaturrahim ini tentu akan mengokohkan jalinan persahabatan hakiki bagi setiap orang yang mampu membangunnya. Dan kondisi bangsa saat ini, kelihatannya sangat membutuhkan sosok anak bangsa yang mampu menjalin ikatan persahabatan hakiki di antara penghuni negeri ini.
Persahabatan hakiki merupakan kata-kata indah untuk didengarkan dan tentunya setiap orang mendambakan realitas hal tersebut. Persahabatan itu sendiri berarti perhubungan selaku sahabat. Sahabat adalah teman disegala suasana. Asik diajak berdiskusi, juga penuh kesabaran mendengarkan keluh-kesah. Apalagi saat senang memang enak dijalani bersama. Begitu pun saat susah, terasa ringan dengan berbagi cerita terhadap sahabat.
Menjalin ikatan persahabatan merupakan aktivitas yang fithriyyah bagi kita, karena manusia memang ditakdirkan Allah menghuni bumi ini sebagai makhluk sosial. Dari aktivitas tersebut, kita bisa belajar mengenai kehidupan lebih banyak lagi. Lewatnya, kita bisa bercermin. Melalui cermin persahabatan ini, kita bisa melihat perbedaan-perbedaan sifat/karakter manusia dan pola kehidupannya. Dari sini, diharapkan kedewasaan dan kesabaran kita menjadi tertanam secara kokoh.
Untuk mencapai makom persahabatan hakiki, Islam jauh-jauh hari telah memberi petunjuk untuk mencapai persahabatan hakiki itu. Yakni persahabatan yang dibalut dengan sibghah Allah. Tepatnya, bersahabat dalam pancaran Nur Islam ini, ternyata tidak hanya berupa jalinan dua orang insan yang seiman dan seaqidah (baca: ibarat satu tubuh). Tetapi, juga otomatis dan tidak bisa tidak, dalam bahasa KH. Abdullah Gymnastiar adalah mesti ada “pihak ketiga” yang ikut mengikatkan diri serta kian memperteguh ikatan di antara keduanya, yaitu Allah Dzat Yang Maha memiliki rasa kasih dan sayang. Singkatnya, persahabatan dalam Islam memang akan selalu melibatkan keberadaan Allah di tengah-tengah kita.
SELAMAT IDUL FITRI 1431H
Mohon maaf lahir dan batin, moga amal ibadah puasa kita di terima-Nya amin...
Salam...
Arda Dinata
a.n Seluruh Pengelola Group MIQRA INDONESIA
http://miqra.blogspot.com/