"Sesungguhnya binatang (makhluk) yang seburuk-buruknya pada sisi Allah ialah orang-orang yang pekak dan tuli yang tidak mengerti apa pun.”
(QS. Al-Anfal: 22)
Membangun Produktifitas Muslim (1)
Oleh: Arda Dinata
Memang Islam mengajak manusia untuk bertawakal
kepada Allah, tetapi ia tidak mengakui sikap fatalistik itu. Apalagi untuk
mendorongnya. Bertawakal kepada Allah, berarti mendayagunakan seluruh potensi
untuk memikirkan cara-cara yang benar dan tepat dalam melakukan pekerjaan.
Proses kerja ini dimulai dengan bertawakal dan bersandar kepada-Nya yang
dipadukan dengan tujuan, perencanaan, program, dan pelaksanaan kerja. (Bersambung Bagian 2)
Bagaimana menurut Anda?
BERPIKIR dan
bekerja merupakan kata yang patut kita sandingkan dalam membangun produktifitas
kehidupan seorang muslim. Kerjasama kedua makna kata ini, bila kita laksanakan
dengan benar akan melahirkan suatu kekuatan yang luar biasa. Bagi manusia yang
mampu memaksimalkan kedua potensi ini, tentu predikat manusia produktif akan
segera disandangnya.
Dalam al-Quran, banyak ayat yang memberi
kita tuntunan agar bekerja secara produktif. Salah satunya, Allah menyatakan
dalam QS. Yasin: 33-35, “Dan suatu tanda (kekuasaan Allah yang besar) bagi
mereka adalah bumi yang mati. Kami hidupkan bumi itu dan Kami keluarkan daripadanya
biji-bijian, maka daripadanya mereka makan. Dan Kami jadikan padanya
kebun-kebun kurma dan anggur. Dan Kami pancarkan padanya beberapa mata air,
supaya mereka dapat makan dari buahnya, dan dari apa yang diusahakan oleh
tangan mereka. Maka mengapakah mereka tidak bersyukur?”
Makna dari ayat tersebut
mengajarkan dan menuntut setiap manusia agar bersyukur kepada Allah SWT. dengan
cara beriman atas nikmat yang telah dianugerahkan-Nya. Nikmat itu, antara lain
berupa Allah telah memberi kesempatan kepada manusia untuk bekerja secara
produktif dan sukses dalam hidupnya. Posisi kesempatan yang diberikan Allah ini
bergantung pada pekerjaan yang dilakukan oleh manusia sendiri. Selain itu, kita
harus menyandarkan diri terhadap segala
yang telah diushakan tersebut kepada kehendak-Nya.
Dalam hal ini, untuk menciptakan kehidupan
yang positif dan produktif, Muhammad al-Bahi mengungkapkan ada tiga unsur
penting yang harus diperhatikan. Pertama, mendayagunakan potensi yang telah
dianugerahkan Allah untuk bekerja, melaksanakan gagasan, dan memproduksi.
Kedua, bertawakal kepada Allah, berlindung, dan meminta pertolongan kepada-Nya
pada waktu melakukan pekerjaan. Ketiga, percaya kepada Allah bahwa Ia mampu
menolak bahaya, kesombongan, dan kediktatoran yang memasuki lapangan pekerjaan.
Nikmat lain yang patut disyukuri manusia
ialah berupa kehendak Allah menyediakan lingkungan agar manusia dapat hidup di
dalamnya. Pada ayat: “Dan dari apa yang diusahakan oleh tangan mereka…” tersebut,
telah mengajarkan bahwa menjadikan pekerjaan tangan sebagai pilar utama
produksi (pertanian), bukan berarti seorang mukmin dibenarkan berlindung pada
sikap fatalistik. Yakni sikap menunggu dan mengharapkan datangnya rezeki tanpa
bekerja.
Bagaimana menurut Anda?
Arda Dinata, pendiri Majelis Inspirasi Alquran dan Realitas Alam/ MIQRA Indonesia, www.miqraindonesia.com
Pusat Pustaka Ilmu, Inspirasi dan Motivasi Menjadi Orang Sukses
Jl. Raya Pangandaran Km. 3 Kec. Pangandaran - Ciamis Jawa Barat 46396
http://www.ardadinata.web.id